Jaksa Pengacara Negara (JPN) kini tidak lagi mewakili Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dalam sidang gugatan perdata terkait urusan ijazah SMA yang diajukan warga bernama Subhan. Begini penjelasan Kejaksaan Agung.
Kapuspenkum Kejaksaan Agung (Kejagung), Anang Supriatna, membenarkan pada sidang perdana pihaknya hadir mewakili Gibran. Sebab, kata Anang, Jaksa Agung mendapatkan surat kuasa khusus terkait gugatan tersebut untuk mewakili Gibran.
"Jadi perlu dijelaskan rekan-rekan bahwa memang pada saat itu permohonan gugatan terhadap Pak Gibran selaku Wapres itu ditujukan, dikirimkan surat itu ke Sekretariat Wapres," kata Anang kepada wartawan di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Kamis (18/9/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Anang menjelaskan bahwa Sekretariat Wapres merupakan institusi negara. Karena itulah Jaksa Pengacara Negara bisa hadir mewakili Gibran di persidangan.
Namun, lanjut Anang, dalam persidangan perdana itu pemohon menyatakan bahwa dirinya menggugat Gibran sebagai seorang pribadi, bukan atas nama jabatannya sebagai Wakil Presiden. Karena itu, JPN tak memiliki hak untuk mewakili Gibran.
"Majelis Hakim berpendapat bahwa karena ini sifatnya gugatan pribadi, dianggap kejaksaan, Jaksa Pengacara Negara (JPN) tidak mempunyai legal standing," jelas Anang.
"Nah dari itulah, kemudian berikutnya kita sudah laporkan, maka sidang berikutnya yang menjadi penasihat hukum adalah bukan dari kejaksaan," terangnya.
Sebelumnya diberitakan, JPN hadir mewakili Gibran dalam sidang perdana gugatan perdata terkait urusan ijazah SMA. Sidang perdana gugatan ini digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (8/9).
Gugatan terdaftar dengan nomor perkara: 583/Pdt.G/2025/PN Jkt.Pst yang diadili oleh ketua majelis hakim Budi Prayitno dengan anggota Abdul Latip dan Arlen Veronica. Adapun tergugat ialah Gibran dan tergugat II ialah KPU RI.
Penggugat meminta majelis hakim menyatakan Gibran tidak sah menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia periode 2024-2029. Penggugat menilai Gibran tidak pernah menjalani sekolah SMA/sederajat yang diselenggarakan berdasarkan hukum RI, sehingga tidak memenuhi syarat dalam pendaftaran cawapres pada Pilpres lalu.
Selain itu, penggugat meminta majelis hakim menghukum Gibran dan KPU membayar kerugian materiil dan imateriil sebesar Rp 125 triliun. Penggugat meminta uang itu disetorkan ke kas negara.
Persidangan hari ini digelar dengan agenda pemeriksaan legal standing. Penggugat dan para tergugat hadir dalam persidangan.
Gibran diwakili kuasa hukum dari tim jaksa pengacara negara (JPN). Penggugat menyatakan keberatan karena menyebut gugatan itu ditujukan terhadap Gibran secara pribadi, bukan jabatan Wapres.
Majelis hakim menyatakan memahami keberatan penggugat. Majelis menyatakan pihak Gibran dianggap tidak hadir dan persidangan ditunda hingga Senin (15/9) kemarin.
Berikut isi petitum gugatan terhadap Gibran dan KPU:
1. Mengabulkan gugatan dari penggugat untuk seluruhnya.
2. Menyatakan tergugat I dan tergugat II bersama-sama telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan segala akibatnya.
3. Menyatakan tergugat I tidak sah menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia periode 2024-2029.
4. Menghukum para tergugat secara tanggung renteng membayar kerugian materiil dan immateriil kepada penggugat dan seluruh warga negara Indonesia sebesar Rp 125.000.010.000.000 dan disetorkan ke kas negara.
5. Menyatakan putusan ini dapat dilaksanakan terlebih dahulu (uitvoerbaar bij voorraad), meskipun ada upaya hukum banding, kasasi dari para tergugat.
6. Menghukum para tergugat secara tanggung renteng untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp 100.000.000 setiap hari atas keterlambatannya dalam melaksanakan putusan pengadilan ini.
7. Menghukum para tergugat secara tanggung renteng untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini.
(ond/lir)