loading...
Mubasyier Fatah. Foto: Istimewa
Mubasyier Fatah
Bendahara Umum Pimpinan Pusat Sarjana Nahdlatul Ulama (PP ISNU), Entrepreneur Bidang Teknologi Informasi dan Praktisi Keamanan Siber
Pemerintah Indonesia tengah melakukan upaya besar untuk memperkuat perlindungan sosial. Dalam APBN 2024, pemerintah mengalokasikan Rp493,5 triliun untuk fungsi perlindungan sosial—salah satu porsi terbesar dalam struktur belanja negara (Kemenkeu, 2024).
Alokasi ini melanjutkan tren peningkatan signifikan sejak pandemi, ketika perlindungan sosial diperkuat untuk menjaga daya beli masyarakat rentan. Selain itu, pemutakhiran data bansos di tingkat nasional terus dilakukan.
Kemensos bersama BPS melaporkan bahwa 18,7 juta keluarga penerima manfaat (KPM) telah diverifikasi ulang dalam proses validasi terbaru, dan 16,8 juta di antaranya telah melalui verifikasi final (Kemensos–BPS, 2024).
Upaya integrasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai identitas tunggal serta digitalisasi sebagian skema penyaluran juga menunjukkan langkah modernisasi yang perlu diapresiasi.
Meski demikian, kualitas data masih menjadi persoalan mendasar. Hasil verifikasi ulang Kemensos menunjukkan masih adanya penerima yang perlu diperbaiki datanya, mulai dari identitas yang tidak valid hingga penerima ganda, sementara BPS mencatat adanya daerah yang belum optimal memperbarui data kemiskinan dan kesejahteraan.
Kondisi ini memperlihatkan keberadaan inclusion error—mereka yang tidak layak namun tercatat sebagai penerima—serta exclusion error, yakni keluarga miskin yang belum masuk daftar.
Ketidak-seimbangan ini membuat akurasi data menjadi tantangan utama. Tanpa mekanisme koreksi yang lebih terbuka dan sistem verifikasi yang merata, program bansos tetap rentan terhadap salah sasaran, politisasi, dan risiko penyalahgunaan.
Kemauan Politik yang Menggerakkan Sistem
Pemerintah Indonesia telah menunjukkan komitmen kuat untuk memperbaiki tata kelola bantuan sosial. Integrasi Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dengan data kependudukan Dukcapil memperkuat proses verifikasi identitas penerima. Pemanfaatan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai identitas tunggal juga membuka ruang untuk mengurangi potensi duplikasi penerima bantuan.
Di sisi lain, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil melalui portal InfoPublik menegaskan bahwa Identitas Kependudukan Digital (IKD) memungkinkan warga menggunakan login tunggal untuk mengakses berbagai layanan publik, termasuk bansos. Dukcapil juga melaporkan bahwa lebih dari 200 juta penduduk Indonesia telah melakukan perekaman biometrik KTP-el.


















































