Jakarta -
Anggota DPR RI sekaligus Ketua MPR RI ke-15 Bambang Soesatyo menekankan pentingnya percepatan ratifikasi United Nations Convention Against Cybercrime dan pengesahan RUU Keamanan dan Ketahanan Siber (KKS) sebagai langkah strategis memperkuat kedaulatan digital Indonesia.
Kedua agenda ini dinilai krusial dalam menghadapi ancaman kejahatan siber global yang kian kompleks dan terorganisasi.
Usai bertemu Prof. Ahmad M. Ramli di Jakarta, Bamsoet menyampaikan dunia kini menghadapi bentuk baru perang tanpa senjata, dan pengesahan Konvensi PBB tentang Kejahatan Siber menjadi penanda bahwa kejahatan digital telah menjadi isu global.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Indonesia harus segera menyesuaikan diri dan memperkuat payung hukumnya," ujar Bamsoet dalam keterangan tertulis, Minggu (9/11/2025).
Ketua DPR RI ke-20 ini juga menyoroti ancaman digital tak hanya mengincar individu, tetapi juga infrastruktur penting negara seperti transportasi, energi, kesehatan, dan keuangan.
Ia mengutip prediksi Cybersecurity Ventures bahwa kerugian global akibat kejahatan siber bisa mencapai 10,5 triliun dolar AS pada 2025, mencerminkan eskalasi serius di dunia digital.
Serangan siber terhadap sistem bandara di Eropa menjadi peringatan bagi Indonesia, yang semakin bergantung pada teknologi digital namun belum memiliki perlindungan yang kuat.
"Kita tidak boleh menunggu sampai krisis terjadi. Serangan siber bisa melumpuhkan negara tanpa satu pun peluru ditembakkan. Ini bukan lagi soal teknis, tapi soal pertahanan dan kedaulatan," tegas Bamsoet.
Bamsoet mencatat sepanjang 2024 terjadi lebih dari 403 juta anomali trafik siber di Indonesia, naik sekitar 27 persen dibanding tahun sebelumnya. Sebagian besar serangan tersebut menyasar Infrastruktur Informasi Kritikal Nasional (IIKN), terutama sektor pemerintahan dan keuangan.
"Jika sistem perbankan, listrik, atau bandara diserang bersamaan, dampaknya bisa mengguncang stabilitas nasional. RUU KKS diperlukan untuk memastikan perlindungan hukum dan koordinasi antar instansi berjalan efektif," ujarnya.
Menurutnya, RUU KKS disusun untuk menegaskan peran dan kewenangan masing-masing lembaga, seperti BSSN, Kominfo, Polri, dan BIN, serta mengatur mekanisme penanganan insiden siber secara terpadu di tingkat nasional.
"Selama ini BSSN telah bekerja keras di lapangan, tapi tanpa landasan hukum yang kuat, sistem pertahanan siber nasional belum optimal. UU KKS akan memperkuat sinergi dan memberi dasar hukum bagi tindakan negara dalam menghadapi ancaman siber," jelas Bamsoet.
Ia menambahkan sejumlah negara telah lebih dulu memiliki regulasi siber yang kuat, seperti AS dengan Cybersecurity and Infrastructure Security Agency Act, Uni Eropa dengan NIS2 Directive, dan Singapura melalui Cybersecurity Act sejak 2018.
"Negara-negara maju sudah menempatkan keamanan siber sebagai urusan strategis negara. Indonesia juga harus bergerak cepat agar tidak tertinggal. Ratifikasi konvensi PBB dan pengesahan RUU KKS akan memperkuat posisi kita di kancah global dan menjaga kedaulatan digital nasional," pungkas Bamsoet.
Lihat juga Video '6 Kebiasaan Digital yang Tanpa Disadari Bikin Susah Tidur':
(anl/ega)
















































