Agung Sedayu Jelaskan HGB di Pagar Laut Tangerang: Dulunya Tambak-Sawah

1 week ago 15

Jakarta -

Agung Sedayu Group menjelaskan soal sertifikat hak milik (SHM) dan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) di kawasan pagar laut di Tangerang. Mereka menyebutkan sertifikat hak milik (SHM) dan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) yang dimiliki anak usahanya dulunya adalah daratan dan kini sudah menjadi laut karena faktor abrasi.

Kuasa hukum Agung Sedayu, Muannas Alaidid, mengatakan pihaknya telah mengecek dokumen pengajuan sertifikat yang diterbitkan pada 1982, yaitu pagar laut itu dulunya adalah daratan. Muannas mengklaim lahan di sekitar kawasan pagar laut di Desa Kohod itu dulunya lahan bekas tambak atau sawah yang terabrasi.

"Perhatikan ucapan pernyataan Menteri ATR/BPN Nusron Wahid yang memerintahkan Dirjen SPPN untuk berkoordinasi dan mengecek dengan badan Lembaga Informasi Geospasial mengenai garis pantai desa Kohod, apakah sertifikat HGB dan SHM berada di dalam garis pantai atau di luar," kata Muannas dalam keterangannya, Kamis (23/1/2025).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Di mana masalahnya kalo SHGB dan SHM terbit itu adalah lahan milik warga awalnya berupa tambak atau sawah yang terabrasi, tapi belum musnah sebab masih diketahui batas-batasnya dalam posisi terkaveling yang kemudian sudah dialihkan menjadi SHGB PT," tambahnya.

Kemudian, Muannas menyebutkan lahan di sekitar pagar laut itu juga terdapat SHM milik warga lainnya. Dia mengklaim lahan itu dibeli dari rakyat.

"Kemudian cocokkan dengan Google Earth yang SHGB dan SHM yang terkaveling di sekitar pagar bambu, semua jelas menunjukkan bukan laut yang disertifikatkan, tapi lahan warga yang terabrasi lalu dialihkan sudah menjadi SHGB PT dan beberapa SHM di antaranya milik warga yang hari ini di soal," katanya.

"Isu ini lalu dibawa ke pagar laut bahwa semua pagar laut sepanjang 30 km adalah SHGB PIK. Itu tidak benar karena ada SHM warga lain sesuai keterangan BPN. Bahwa SHGB yang ada di atas itu semua terbit sudah sesuai proses dan prosedurnya. Kita beli dari rakyat semula SHM dan dibalik nama resmi bayar pajak dan ada SK surat izin Lokasi/PKKPR semua lengkap," sambungnya.

ATR/BPN Investigasi

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid mengatakan saat ini Kementerian ATR/BPN tengah melakukan investigasi terkait hal tersebut. Hal itu diungkapkan olehnya saat di Aula PTSL, Jakarta, hari ini.

"Kementerian ATR/BPN telah mengutus Dirjen Survei dan Pemetaan Pertanahan dan Ruang (SPPR), Pak Virgo, untuk berkoordinasi dengan Badan Informasi Geospasial (BIG) terkait garis pantai kawasan Desa Kohod. Langkah ini bertujuan untuk memastikan apakah bidang-bidang tanah tersebut berada di dalam atau di luar garis pantai. Data dokumen pengajuan sertifikat yang diterbitkan sejak tahun 1982 akan dibandingkan dengan data garis pantai terbaru hingga tahun 2024," kata Nusron dalam keterangan tertulis, Senin (20/1).

Kendati demikian, Nusron telah melakukan penelusuran awal bahwa di lokasi tersebut telah terbit sebanyak 263 bidang yang terdiri atas 234 bidang Sertipikat Hak Guna Bangunan (SHGB) atas nama PT Intan Agung Makmur, 20 bidang SHGB atas nama PT Cahaya Inti Sentosa, dan 9 bidang atas nama perseorangan. Selain itu, ditemukan 17 bidang Sertipikat Hak Milik di kawasan tersebut.

Dia menyampaikan, jika dari hasil koordinasi pengecekan tersebut sertifikat yang telah terbit terbukti berada di luar garis pantai, akan dilakukan evaluasi dan peninjauan ulang.

(azh/imk)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

Read Entire Article
Pembukuan | Seminar | Prestasi | |