Aliansi Dosen Kemdiktisaintek Seluruh Indonesia (ADAKSI) melakukan demonstrasi di sekitar Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat (Jakpus). Mereka menuntut soal tunjangan kinerja (tukin) segera dibayarkan.
Diketahui, para dosen berstatus ASN di bawah Kemendiktisaintek ini menuntut hak atas tukin. Tuntutan itu bukan hanya untuk ASN, tapi juga semua dosen.
"Kami tetap akan turun ke jalan pada 3 Februari 2025 dengan dua tuntutan utama: Segera bayar tukin dosen ASN di Kemendiktisaintek dan berlakukan tukin untuk semua dosen ASN di Indonesia-Tukin For All!" ujar Ketua Kooordinator Nasional Aliansi Dosen ASN Kemendiktisaintek Seluruh Indonesia (ADAKSI), Anggun Gunawan, pada Jumat (31/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain dosen ASN di Kemenristekdikti, ada dosen ASN yang bekerja di bawah Perguruan Tinggi Satuan Kerja (PTN Satker) Kementerian, PTN Badan Layanan Umum (BLU), PTN Badan Hukum (PTNBH), dan Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti). Mereka menyatakan punya hak sebagaimana diatur dalam Pasal 80 di Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
Dia menjelaskan sebenarnya hak atas tukin diatur dalam Undang-Undang ASN, namun dosen dari Kemdikbud yang kini menjadi Kemdiktisaintek belum mendapatkannya.
"Kami tidak meminta belas kasihan tapi kami menuntut hak kami yang telah tertunda selama 5 tahun!" ujarnya.
Aliansi Dosen Kemdiktisaintek Seluruh Indonesia (ADAKSI) gelar demo di Patung Kuda, Jakarta Pusat. Mereka menuntut tunjangan kinerja (tukin) segera dibayar. Foto: Pradita Utama
Demo di Monas
Pantauan detikcom, Senin (3/2/2025), masa aksi tampak berkumpul di depan pintu kawasan Monas. Mereka membawa spanduk berisi tuntutan agar tukin dibayarkan.
"UBUR UBUR IKAN LELE, BAYAR TUKIN DOSEN LE!" demikian tulisan di salah satu spanduk.
Ada juga spanduk lain yang bertuliskan 'KAMI BEKERJA UNTUK NEGERI TUNJANGAN KAMI JANGAN DITUNDA LAGI', 'TUKIN DOSEN ASN KEMENDIKTISAINTEK HAK SEMUA DOSEN TANPA TERKECUALI'. Sejumlah peserta aksi terlihat memakai payung dan jas hujan.
Satu mobil komando digunakan peserta aksi untuk menyuarakan orasi. Orator terdengar meneriakkan 'Tukin', yang dibalas 'Cair' oleh para peserta aksi.
Para dosen berstatus ASN di bawah Kemendiktisaintek ini menuntut hak atas tukin. Tuntutan itu bukan hanya untuk dosen ASN Kemendiktisaintek, namun juga untuk semua dosen.
Diketahui, berdasarkan Keputusan Mendikbudristek Nomor 447/P/2024 yang memuat besaran tukin untuk dosen ASN yang seharusnya dibayarkan. Ada sejumlah variasi besaran tukin.
Untuk jabatan asisten ahli dengan kelas jabatan 9, besaran tukin adalah Rp 5.079.200. Untuk jenjang jabatan lektor dengan kelas jabatan 11, besaran tukin adalah Rp 8.757.600. Untuk lektor kepala dengan kelas jabatan 13, besaran tukin Rp 10.936.000. Untuk profesor dengan kelas jabatan 15, besaran tukin adalah Rp 19.280.000.
Gelar Tarian Perang
Foto: Tari perang asal Minahasa di demonstrasi tuntut tukin oleh dosen ASN di seberang Monas, 3 Februari 2025. (Maulani Mulianingsih/detikcom)
Tarian perang tersebut diperagakan oleh empat orang laki-laki. Dilitkan kain berwarna merah, topi bulu-bulu, dan aksesoris tengkorak yang dikalungkan, mereka menari.
Mereka menari dengan mengayunkan pedang, seolah-olah tengah berperang satu sama lain. Gerakannya seirama dengan tabuhan drum dari salah satu penari. Sangar!
Salah satu penari mengatakan bahwa tarian perang ini menggambarkan sebuah keberanian. Keberanian tersebut ditunjukkan dengan sifat kesatria untuk menegakkan keadilan dan melawan penindasan.
Tarian ini adalah simbol keberanian para dosen untuk menyuarakan menuntut haknya, seperti apa yang dilakoni dosen di aksi demonstrasi ini.
"Tari ini kan menggambarkan keberanian untuk salah satu kami ini menggambarkan 'warani'. 'Warani' itu adalah suatu (sikap) kesatria, satria yang menegakkan keadilan di mana menjaga negeri untuk tidak ditindas," ujar salah satu penari, Jussac Rumambi.
"Jadi melambangkan keberanian untuk menuntut yang harusnya kami miliki," tambahnya.
Dosen Nyambi Driver Ojol
Anggun Gunawan,(Maulani M/detikcom)
Anggun mengatakan beberapa dosen terpaksa mencari tambahan penghasilan dengan berjualan atau menjadi ojek online untuk memenuhi kebutuhan hidup. Hal itu dilakukan terutama dilakukan dosen-dosen di daerah.
"Karena kawan-kawan daerah itu nggak ada PTS-nya atau kampusnya juga sedikit gitu kan ya. Jadi juga nggak bisa (dapat hibah). Akhirnya mereka juga bekerja dengan cara-cara yang lain. Ada yang jualan, jadi tukang ojek dan lain sebagainya. Jadi banyak cita-cita yang bikin hati saya miris ya," ujar Anggun saat ditemui di depan pintu Monas, Senin (3/2/2025).
Anggun juga menuturkan bahwa dana hibah penelitian yang didapatkan dosen juga tidak bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan dosen. Dana hibah hanya digunakan untuk penelitian bukan sebagai honor dosen.
Oleh karena itu, banyak dosen yang tidak berfokus mengajar karena harus mencari penghasilan tambahan di luar kampus sehingga berbagai fokus di kampus jadi terbengkalai.
"Kalau dikatakan kami bisa cari duit dari hibah ya, hibah penelitian. Itu nggak bisa juga karena nggak ada honor di hibah gitu," ujar Anggun.
"Sementara kawan-kawan yang lain mereka nggak fokus di kampus, di home base mereka. Karena mereka harus ngajar juga di luar, di kampus luar gitu," tambahnya.
(aik/aik)
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu