Sosok Kusufi: Jaksa yang Hadirkan Ruang Pemulihan untuk Korban di Papua

2 hours ago 2

Jakarta -

Di tanah Papua, perempuan kerap diposisikan sebagai warga kelas dua, sementara anak-anak sering dianggap kelompok lemah. Pandangan ini membuat mereka begitu rentan menjadi korban tindak pidana.

Ironisnya, usai perkara tuntas di meja hijau, banyak korban harus kembali ke tengah masyarakat dengan membawa luka yang tak kasat mata. Dari luka fisik, psikis, hingga sosial. Tak jarang, para korban ini juga dicap sebagai aib semata.

Dari kegelisahan itulah lahir sebuah terobosan. Dengan segala keterbatasan, seorang jaksa di Papua menggagas layanan pemulihan hak bagi perempuan dan anak korban tindak pidana. Inovasi ini berakar pada Pedoman Jaksa Agung RI Nomor 1 Tahun 2021 tentang Akses Keadilan bagi Perempuan dan Anak dalam Penanganan Perkara Pidana yang menekankan pentingnya keadilan yang berperspektif korban.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ialah Kusufi Esti Ridlian, sosok di balik terobosan inovasi yang ada di Kejati Papua yang juga terpilih sebagai pemenang Adhyaksa Awards 2025 kategori Jaksa Inovatif dalam Penegakan Hukum. Ia menerima penghargaan di Java Ballroom The Westin, Jakarta, Selasa, (23/9/2025).

Kusufi Esti Ridlian. (Dok. detikcom)Foto: Kusufi Esti Ridlian. (Dok. detikcom)

Kusufi yang lahir di Magetan, 9 Juni 1983 kini mengemban amanah sebagai Kepala Seksi D Bidang Tindak Pidana Umum di Kejaksaan Tinggi Papua. Sebelumnya, Kusufi pernah bertugas sebagai Kepala Seksi Penuntutan di Kejaksaan Tinggi Jawa Timur pada 2021, serta Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara di Kejari Madiun pada 2018.

"Jadi, setiap para korban akan mendapat layanan fasilitasi dari stakeholders dan korban akan berkoordinasi dengan jaksanya, lalu hasil koordinasi dan rencana pengobatan atau terapi berikutnya akan diberitahukan juga ke jaksa dan dilampirkan oleh jaksa sebagai arsip rahasia untuk dilaporkan ke pimpinan," jelas Kusufi kepada detikcom.

Pelayanan Pemulihan Hak Perempuan dan Anak Korban Tindak Pidana ini merupakan sebuah pendekatan yang tidak sekadar menuntut, melainkan mengajak korban pulih sepenuhnya dalam aspek fisik, mental, dan sosial agar mereka bisa muncul kembali sebagai individu yang utuh dan bermartabat.

Dalam praktiknya, Kusufi mengajak berbagai lembaga mulai dari rumah sakit yang ada di Abepura, Dinas Sosial, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, hingga LBH-APIK untuk saling membantu memulihkan korban secara menyeluruh.

"Untuk memantau perkembangan pemulihan korban, kami berkoordinasi dengan stakeholders dan juga berkomunikasi dengan korban maupun keluarga atau wali yang memiliki hak asuhnya. Beruntung bagi kami, program ini disambut baik oleh stakeholders terkait juga merencanakan pengukuhan pelayanan ini sebagai program jangka panjang," ucapnya.

Kusufi Esti Ridlian. (Dok. detikcom)Foto: Kusufi Esti Ridlian. (Dok. detikcom)

Hingga Juli 2025, tiga anak korban tindak pidana telah mendapatkan penanganan medis dan psikis secara menyeluruh mulai dari asesmen dokter, psikolog, hingga psikiater di RS Khusus Daerah Abepura. Semua itu merupakan bagian dari program yang dijalankannya sejak April lalu.

"Pelayanan pemulihan hak sampai saat ini masih berjalan karena pelayanan terhadap korban bersifat spesifik, kebutuhan tiap korban berbeda antara satu dengan lainnya," ungkapnya.

Di tengah tantangan budaya yang masih sering menyalahkan korban, Kusufi tetap teguh. Ia paham bahwa stigma rendahnya kesadaran masyarakat tentang hak dan anggapan bahwa korban bertanggung jawab atas kejahatan yang menimpa mereka adalah hambatan besar.

Namun, langkahnya mendapat dukungan penuh dari institusi. Berbagai upaya telah dilakukan mulai dari mengadakan diskusi kelompok, menjalin kerja sama dengan banyak pihak, menyusun SOP, hingga mendirikan Pos Pelayanan Akses Keadilan yang bisa dijangkau masyarakat dengan mudah lewat QR Code.

Tak hanya mendapat dukungan internal, inovasi ini juga menarik perhatian lembaga internasional seperti International Bridges to Justice (IBJ) yang turut mendanai diskusi bersama LBH-APIK untuk memperkuat program ini.

Kusufi Esti Ridlian. (Dok. detikcom)Foto: Kusufi Esti Ridlian. (Dok. detikcom)

"Perwakilan dari IBJ bersama LBH APIK, pernah berdiskusi dengan kami di Papua dan bersedia mendanai FGD yang kemudian hasil dari FGD ditindaklanjuti dengan pencanangan program pemulihan ini," tutupnya.

Terobosan ini juga memberi sinyal bahwa keadilan tidak hanya menyentuh ranah hukum, tetapi juga pemulihan dan perlindungan korban. Hal ini tentu menjadi salah satu bentuk komitmen untuk memastikan korban tidak lagi dipandang sebelah mata, melainkan dilindungi secara utuh.

(idn/idn)

Loading...

Adhyaksa Awards 2025

Baca kisah inspiratif kandidat jaksa teladan di sini

Read Entire Article
Pembukuan | Seminar | Prestasi | |