Siti Fauziah Ingatkan Etika Digital Media Sosial ke Pegawai MPR

3 hours ago 2

Jakarta -

Biro Hubungan Masyarakat dan Sistem Informasi Sekretariat Jenderal MPR RI menggelar rapat kerja bertema 'Sinergi Pengelolaan Anggaran dan Strategi Media Sosial Menuju Kinerja yang Transparan dan Akuntabel' di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan pada 7-9 November 2025.

Sekretaris Jenderal (Sesjen) MPR RI Siti Fauziah, SE, MM mengingatkan para pegawai yang mengelola media sosial MPR RI untuk melaksanakan etika digital, salah satunya dalam penggunaan media sosial.

"Penggunaan media sosial dijaga dengan hati-hati. Hindari unggahan yang bisa menimbulkan salah tafsir, terutama yang berkaitan dengan pernyataan pimpinan," ujarnya dalam keterangan tertulis, Minggu (9/11/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia mengapresiasi hadirnya pedoman pengelolaan media sosial yang disusun oleh Biro Humas MPR RI. Terkait etika digital, ia mengimbau para pegawai agar lebih bijak dan berhati-hati dalam bermedia sosial dengan selalu menyaring setiap konten sebelum dipublikasikan.

"Perilaku pribadi di media sosial dapat berpengaruh terhadap karier, karena seluruh rekam jejak daring menjadi bagian dari proses evaluasi dan promosi jabatan," tuturnya.

Siti juga mengingatkan para pegawai untuk menyelesaikan seluruh kegiatan berdasarkan tahun anggaran belanja dengan mengedepankan transparansi dan akuntabilitas.

"Semua kegiatan harus diselesaikan dalam tahun anggaran berjalan tidak boleh ada hutang kegiatan yang dibawa ke tahun berikutnya," jelasnya.

Sementara itu, Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Sistem Informasi MPR RI, Anies Mayangsari Muninggar, S.I.P., M.E., menjelaskan bahwa tema rapat kerja tersebut dipilih sebagai wujud semangat para pegawai Biro Humas MPR RI dalam mewujudkan tata kelola yang kolaboratif, profesional, adaptif, serta berorientasi pada hasil yang terukur.

"Melalui kegiatan ini, kita berupaya memperkuat peran humas sebagai ujung tombak penyebaran informasi, membangun citra positif lembaga, dan memperkokoh kepercayaan publik terhadap MPR RI," ucapnya.

Anies menjelaskan, ada dua fokus utama yang dibahas dalam rapat kerja tersebut, yakni evaluasi kinerja anggaran tahun 2025 dan penyusunan rencana kerja tahun 2026 sebagai langkah reflektif untuk menilai capaian serta merumuskan arah kebijakan ke depan. Kemudian, pembahasan strategi media sosial yang bertujuan membangun narasi positif dan memperkuat citra lembaga di ranah digital.

Ia menambahkan, di era saat ini masyarakat lebih banyak memperoleh informasi melalui media sosial, sehingga penting bagi suatu lembaga untuk responsif terhadap isu publik dan konsisten menyampaikan pesan positif.

"Target serapan anggaran kita tahun 2025 adalah 98 persen, dan insyaallah dapat tercapai dengan terus meningkatkan kinerja," terangnya.

Untuk diketahui, rapat kerja tersebut juga menghadirkan sesi diskusi dengan sejumlah narasumber, di antaranya Chief Program Officer Publikata, Moh. Ali Ridho, serta Founder sekaligus Knowledge & Accessibility Director Suarise, Rahma Utami.

Ali Ridho menekankan bahwa tugas pengelola media sosial pemerintah tidak berhenti pada tahap mengunggah konten, tetapi juga memastikan agar konten yang disajikan tetap relevan, aman, dan interaktif.

Ia mengingatkan pentingnya menjaga keamanan digital serta membangun keterikatan yang bermakna dengan publik, bukan sekadar berfokus pada banyaknya tanda suka dari warganet.

"Akun pemerintah harus memperhatikan keamanan dan memahami algoritma media sosial yang selalu berubah," ujarnya.

Lebih lanjut, ia juga mendorong pengelola akun untuk lebih selektif dalam menentukan waktu unggah agar tercipta komunikasi publik yang lebih efektif.

Sementara itu, Rahma Utami menekankan pentingnya penerapan prinsip aksesibilitas digital agar masyarakat memiliki kesempatan yang sama dalam memahami dan berpartisipasi dalam kegiatan kenegaraan.

"Keterbukaan informasi publik tidak boleh menimbulkan kesenjangan baru. Tugas kita adalah memastikan teknologi justru menjadi jembatan, bukan penghalang," ungkapnya.

Ia menambahkan, media digital dan media sosial yang ramah disabilitas harus menerapkan standar internasional seperti Web Content Accessibility Guidelines (WCAG) serta memastikan setiap konten memiliki alt text, caption, dan kontras warna yang sesuai.

"Inklusivitas digital bukan sekadar tren, tetapi bagian dari tanggung jawab moral dan konstitusional," pungkasnya.

Lihat juga Video 'Etika dalam Penggunaan AI':

(akd/ega)

Read Entire Article
Pembukuan | Seminar | Prestasi | |