loading...
Diskusi yang digelar Indonesia Judicial Research Society (IJRS) dengan tajuk Quo Vadis RKUHAP: Mencari Model Ideal Pola Kerja Antar Aparat Penegak Hukum dan Check & Balances di Tahap Pra-Adjudikasi. Foto: Ist
JAKARTA - Kekhawatiran akan munculnya lembaga super body dan tumpang tindihnya kewenangan antara kepolisian dan kejaksaan dalam proses RKUHAP yang tengah dibahas tampaknya tak akan terjadi.
Hal itu terlihat dalam diskusi yang digelar Indonesia Judicial Research Society (IJRS) dengan tajuk "Quo Vadis RKUHAP: Mencari Model Ideal Pola Kerja Antar Aparat Penegak Hukum dan Check & Balances di Tahap Pra-Adjudikasi".
Penasihat Ahli Kapolri Bidang Hukum Irjen Pol (Purn) Aryanto Sutadi mengatakan, sudah seharusnya kepolisian dan kejaksaan selaku aparat penegak hukum bersinergi untuk bekerja sama dalam menjalankan proses hukum.
"Misalnya dalam menangani suatu perkara, penyidikan itu ranahnya polisi. Tapi kalau jaksa merasa berkasnya kurang lengkap seharusnya dilengkapi bersama bukan malah dikembalikan," ujar Aryanto dalam diskusi yang digelar di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, Selasa (22/4/2025).
Sinergitas semacam itu bukan mengurangi kewenangan masing-masing lembaga penegak hukum.
Hal senada disampaikan Erni Mustikasari dari Kejaksaan Agung yang menilai akan meningkatkan kerja sama mulai dari penyidikan hingga tuntutan.
"Pasti orang menyidik ini dituntut untuk dibuktikan perkara sampai nanti diputus," kata Erni.
Erni kemudian menyangkal bila dirinya tak bermaksud mengawasi penyidik melainkan berkoordinasi hingga ke persidangan. Sebab, keberhasilan penuntut umum, keberhasilan penyidik juga.
Menurut Akademisi Hukum Pidana Fakultas Hukum UI Dr Febby Mutiara Nelson, kesepahaman dari pihak kepolisian dan kejaksaan menandakan pembahasan RKUHAP sudah tak terjebak dalam asas dominus litis atau diferensiasi fungsional yang sempat menjadi sorotan.