Padang Gurun Utah Jadi Saksi Keberanian di Kompetisi Sepeda Gunung Paling Ekstrem Dunia

3 hours ago 2

loading...

Jika MotoGP adalah panggung bagi para dewa kecepatan roda dua, maka bagi komunitas freeride sepeda gunung, Red Bull Rampage adalah ajang paling ekstrem dan bergengsi yang wajib disaksikan / Foto: Ist

Jika MotoGP adalah panggung bagi para dewa kecepatan roda dua, maka bagi komunitas freeride sepeda gunung, Red Bull Rampage adalah ajang paling ekstrem dan bergengsi yang wajib disaksikan. Pada 19 Oktober lalu, 18 freerider terbaik dunia sekali lagi menantang maut di padang gurun berbatu Utah, Amerika Serikat, dalam kompetisi yang menuntut kecepatan, trik udara liar, dan kendali sepeda sempurna di atas tebing curam.

Red Bull Rampage dikenal konsisten menghadirkan aksi paling gila di dunia sepeda gunung. Para peserta harus meraih poin dari kombinasi kecepatan tinggi, trik freestyle di udara, dan kemampuan bertahan di medan yang tak kenal ampun. Bahkan, salah satu fitur lompatan mencapai lebih dari 100 kaki, setara dengan melompat dari gedung 10 lantai.

Di medan seberat itu, satu kesalahan kecil bisa berakibat fatal. Kompetisi ini benar-benar menguji batas kemampuan, di mana setiap peserta mempertaruhkan segalanya demi mencetak sejarah.

Dalam kancah balap se-ekstrem ini, nama Indonesia pernah bersinar. Polygon, merek sepeda asal Sidoarjo, Jawa Timur, bahkan pernah menorehkan sejarah dengan memenangkan Red Bull Rampage sebanyak dua kali, yaitu pada 2015 dan 2017.

Tahun ini, Polygon kembali berpartisipasi untuk tahun kedua berturut-turut (2024 dan 2025) bersama rookie (pendatang baru) asal Amerika Serikat, Luke Whitlock. Red Bull Rampage selalu dipenuhi kejutan, seperti yang ditunjukkan oleh Hayden Zablotny, pendatang baru yang mencuri perhatian tahun ini.

Namun, kisah yang tak kalah heroik datang dari Luke Whitlock. Mengalami kecelakaan parah di putaran pertama akibat kehilangan kendali saat mendarat, Luke terjatuh di antara bebatuan curam. Meskipun terasa sakit, pembalap muda ini menolak menyerah. Ia bangkit dan kembali menuruni tebing di putaran kedua dengan keberanian yang lebih besar.

"Run pertama tidak berjalan sesuai rencana. Sedikit terasa nyeri setelah hari yang benar-benar berat di gunung, tapi saya bersyukur masih dalam keadaan sehat. Tangan saya tidak terasa baik untuk putaran kedua, jadi saya memilih bermain aman dan menuruni gunung untuk para penggemar. Begitulah seni dalam berkompetisi — dan saya sudah tidak sabar untuk kembali lagi!" tulis Luke di media sosialnya, Sabtu (8/11/2025).

Read Entire Article
Pembukuan | Seminar | Prestasi | |