Kriminolog Ungkap Sisi Positif Narapidana Dilatih Produktif

5 hours ago 5

Jakarta -

Kriminolog Adrianus Meliala menilai narapidana yang dilatih untuk menjadi produktif dapat menjadi sumber daya manusia alternatif bagi pelaku usaha. Bila mekanisme pemberdayaan kemampuan di dalam lapas dijalankan, dan kepala lapas mampu berinovasi dengan menggandeng pelaku usaha yang mau menyerap tenaga serta keahlian narapidana, Adrianus mengatakan akan tercipta peluang ekonomi yang kompetitif.

"Lapas punya tempat, SDM murah, pihak swasta punya order, dengan begitu tercipta simbiosa di mana warga binaan jadi punya kesibukan, kegiatan positif, menumbuhkan skillnya walaupun sederhana, dan juga dapat uang," ucap Adrianus kepada detikcom pada Senin (14/7/2025).

"Di pihak swasta, mereka dapat menghasilkan komoditi dengan biaya produksi murah, sehingga mereka semakin kompetitif harganya," sambung Adrianus.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Untuk diketahui, Menteri Imigrasi dan Permasyarakatan (Imipas) Agus Andrianto mendorong lapas-lapas untuk memberikan pelatihan kepada narapidana. Tujuannya agar narapidana yang nantinya kembali ke masyarakat, dapat memiliki kemampuan untuk bekerja.

Menteri Agus juga meminta lapas gencar memasarkan produk kreatif hasil warga binaan ke pasaran. Serta mengikutsertakan narapidana dalam program strategis pemerintah yakni Ketahanan Pangan dan Makam Bergizi Gratis (MBG).

"Itu ide yang baik. Jadi memang niatan untuk melakukan program pembinaan napi secara produktif itu konsep sejak lama. Tapi dulu kendala pelaksanaannya itu masih minimal, tidak sebagaimana yang dibayangkan," kata Adrianus.

Kendala-kendala yang dimaksud, jelas Adrianus, adalah anggaran untuk kegiatan pelatihan atau pemberdayaan narapidana yang terbatas. Lalu program pelatihan yang sifatnya periodik.

"(Kendala) pertama, yang diadakan selama ini lebih bersifat mengandalkan kemampuan internal saja, kemampuan para pengasuh dan mengandalkan pada anggaran masing-masing lapas. Sehingga pembinaan kerja agar napi produktif itu sangat terbatas," ujar Adrianus.

"Karena ini bersifat inisiatif, jadi tak banyak yang melakukannya. Yang melakukan biasanya itu amat periodic, dengan kata lain kalau kalapasnya A itu bagus, begitu ganti kalapasnya B, akhirnya fokusnya beda. Sehingga kegiatan produktif berganti, jadi ada up and down," lanjut dia.

Untuk itu dia berharap Kementerian Imipas, melalui Ditjen Permasyarakatan, dapat mengatasi hal-hal yang menjadi kendala dari program pendayagunaan narapidana. Dia pun menyambut baik pelibatan narapidana untuk menyukseskan program MBG dan Ketahanan Pangan, namun kembali ditekankan perlunya kepala-kepala lapas yang 'mau bergerak'.

"Nah dewasa ini, dengan Kementerian Hukum dan HAM dipecah tiga, maka melalui Kementerian Imipas, ada harapan untuk permasyarakatan ikut membantu program pemerintah. Ya nggak apa-apa. Tapi fenomenanya, kegiatan atau hal yang bersifat produktif itu tidak ada pada semua lapas, sedikit sekali lapas yang mampu seperti itu. Amat tergantung pada-pada kalapasnya ya," terang Adrianus.

Oleh sebab itu, Adrianus menyarankan pada Kementerian Imipas menjadikan kegiatan ekonomi produktif sebuah keharusan. Dengan diiringi, imbuhnya, mekanisme penghargaan kepada para kalapas yang berani membuat terobosan dan inovasi.

"Solusinya menurut saya ya menjadikan pembuatan kegiatan ekonomi produktif itu suatu keharusan, seluruh lapas harus gerak. Tentu saja harusnya ini bukan hanya perintah (untuk kalapas), tapi juga didukung dengan mekanisme reward, karier mereka kalau mereka membuat terobosan. Mereka juga tentu ingin agar kegiatan produktif mereka ada angka credit-nya kalau di istilah para dosen," ungkap Adrianus.

Lalu, Adrianus berharap para kalapas yang diberi kepercayaan melakukan kegiatan-kegiatan ekonomi produktif dapat berani membuka diri agar tak hanya bergantung pada anggaran yang menjadi beban negara. Langkah membuka diri yang dimaksud adalah kerja sama dengan pihak swasta atau memanfaatkan dana coorporate social responsibility (CSR) perusahaan mitra untuk memajukan program untuk narapidananya.

"Kedua, jika mereka melakukan kegiatan ekonomi produktif, harus diusahakan mereka menggandeng swasta melalui kerja sama permodalan, kerja sama teknis semisal CSR. Sebab kalau mengandalkan negara tidak akan cukup. Dengan menggandeng swasta, mereka bisa membuat workshop-workshop, bengkel-bengkel usaha," jelas Adrianus.

Dan terakhir, Adrianus berharap Ditjen Permasyarakatan Kementerian Imipas memetakan potensi ekonomi produktif berdasarkan karakter penghuni dan lokasi masing-masing lapas. Sebagai contoh, penghuni lapas di kota-kota besar mungkin tak tertarik atau tak berbakat pada kegiatan pertanian, sehingga tawaran pelatihannya pada bidang-bidang lainnya semisal tata boga, sablon atau kerajinan lainnya.

"Kalau di kendal, (Ketahanan Pangan) masih bisa lah, karena masyarakatnya masih banyak yang bertani. Kembali lagi, disesuaikan dengan karakter masing-masing penghuni lapas, tidak harus juga semuanya bertani, bikin lele. Biar saja tergantung kondisi masing-masing lapas. Tapi bagi lapas yang punya lahan-lahan luas, maka tentu yang kita harapkan membantu pemerintah dalam rangka ketahanan pangan," ucap Adrianus.

"Jadi konsep besarnya dulu untuk para kalapas, manajemen lapas harus diberi satu skema insentif agar semangat membangun kegiatan produktif dan kreatif. Kedua tata Kelola harus dibangun, tidak mengandalkan anggaran negara tapi kerja sama dengan mitra. Ketiga, disesuaikan dengan kondisi masing-masing penghuni lapas dan lokasi lapas," pungkas Adrianus.

(aud/fjp)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

Read Entire Article
Pembukuan | Seminar | Prestasi | |