Jakarta -
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita sejumlah aset milik eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi, yang baru saja dinyatakan bebas lalu ditangkap untuk kedua kalinya. Penyitaan aset milik Nurhadi kali ini berkaitan dengan kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam pengurusan perkara di lingkungan MA.
"Dalam perkara itu, KPK sebelumnya telah melakukan penyitaan terhadap beberapa aset seperti lahan sawit, kemudian ada apartemen, rumah, dan sebagainya," ujar juru bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (1/7/2025).
Budi menerangkan penyitaan ini sebagai upaya pembuktian dalam penyidikan. Selain itu, aset yang disita bakal jadi bahan untuk asset recovery.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tentunya pengenaan TPPU salah satunya adalah bagaimana kita mengoptimalkan pemulihan keuangan negara yang diduga dari pidana asalnya begitu ya, agar hasil-hasil dari tindak pidana korupsi yang telah dilakukan kemudian juga bisa kita rampas untuk optimalisasi asset recovery," jelasnya.
Sebagai informasi, Nurhadi awalnya dijerat sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi pengurusan perkara. Total uang yang diduga diterima Nurhadi sekitar Rp 46 miliar. Nurhadi menjadi tersangka bersama menantunya, Rezky Herbiyono.
"Setelah mencermati fakta-fakta yang berkembang di penyidikan dan persidangan, KPK menemukan bukti permulaan yang cukup dalam perkara suap terkait pengurusan perkara yang dilakukan sekitar tahun 2015-2016 dan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan tugas dan kewajibannya yang tidak dilaporkan dalam jangka waktu maksimal 30 hari kerja ke KPK," ujar Wakil Ketua KPK saat itu, Saut Situmorang, Senin (16/12/2019).
Nurhadi diduga menerima suap berkaitan dengan pengurusan perkara perdata di MA. Selain urusan suap, Nurhadi disangkakan KPK menerima gratifikasi berkaitan dengan penanganan perkara sengketa tanah di tingkat kasasi dan PK (peninjauan kembali) di MA. Penerimaan gratifikasi itu tidak dilaporkan KPK dalam jangka 30 hari kerja.
"Sehingga, secara keseluruhan diduga NHD (Nurhadi) melalui RHE (Rezky Herbiyono) telah menerima janji dalam bentuk 9 lembar cek dari PT MIT serta suap/gratifikasi dengan total Rp 46 miliar," kata Saut.
Nurhadi sempat menjadi buron KPK selama berbulan-bulan. Dia akhirnya tertangkap di sebuah rumah di kawasan Simprug, Jakarta Selatan.
"Hari Senin, tanggal 1 Juni 2020, tim KPK melakukan penangkapan terhadap tersangka NHD (Nurhadi) dan RHE (Rezky Herbiyono)," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (2/6/2020).
Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiyono, menjalani persidangan dan divonis 6 tahun penjara serta denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan pada tahun 2021. Nurhadi terbukti menerima suap dan gratifikasi Rp 49.513.955.000 (Rp 49,5 miliar).
Selain kasus suap dan gratifikasi, Nurhadi juga ditetapkan sebagai tersangka TPPU. Namun KPK belum merinci jelas terkait dugaan TPPU ini.
Terbaru, Nurhadi, yang seharusnya bebas dari Lapas Sukamiskin, langsung ditangkap lagi oleh KPK. Dia kembali ditahan oleh KPK dengan status tersangka dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
"Benar, KPK melakukan penangkapan dan kemudian dilakukan penahanan kepada Saudara NHD di Lapas Sukamiskin," kata jubir KPK, Budi Prasetyo, di gedung KPK, Senin (30/6).
Budi menjelaskan, penahanan berkaitan dengan perkara TPPU Nurhadi. Penahanan dilakukan pada Minggu (29/6).
"Penangkapan dan penahanan tersebut terkait dengan dugaan tindak pidana pencucian uang di lingkungan MA," sebutnya.
Tonton juga Video: Hakim Agung Gazalba Saleh Jalani Sidang Vonis TPPU-Gratifikasi
(isa/isa)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini