Kerja Sama Skala Global Harus Bermanfaat bagi Sejumlah Sektor Pembangunan

1 week ago 13

Jakarta -

Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat mendorong kerja sama skala global yang menghadirkan manfaat bagi sejumlah sektor pembangunan, bukan hanya untuk kepentingan ekonomi dan investasi semata.

"Aspek perlindungan, kesejahteraan, pendidikan dan perdamaian dunia mesti menjadi basis dalam perluasan kerja sama global kita," kata Lestari dalam keterangannya, Kamis (23/5/2025).

Hal ini disampaikannya saat membuka diskusi daring yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, pada Rabu (22/1). Diskusi ini mengusung tema "Setelah Indonesia Gabung BRICS: Peluang dan Manfaat Ekonomi Apa Saja yang Kita Dapatkan?".

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lestari mengungkapkan secara prinsip, berbagai terobosan kerja sama internasional yang diinisiasi pemerintah harus menaati yang diamanatkan oleh konstitusi.

Adapun konstitusi mengamanatkan pemerintah harus melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; memajukan kesejahteraan umum; mencerdaskan kehidupan bangsa; dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

"Kita perlu mendapat gambaran dari para pemangku kepentingan dan semua pihak terkait, sehingga apa yang sudah menjadi keputusan pemerintah untuk bergabung dengan BRICS, bisa kita kawal bersama," papar Anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah ini.

Lestari pun berharap dengan bergabungnya Indonesia dalam BRICS, tidak hanya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, tetapi sekaligus menjalankan praktik politik luar negeri yang bebas dan aktif dengan tepat.

Pada kesempatan yang sama, Wakil Menteri Luar Negeri, Arif Havas Oegroseno mengungkapkan titik berat BRICS bukan ada pada Rusia, tetapi lebih pada China dan India yang memiliki volume ekonomi yang besar.

Menurut Arif, banyak peluang yang bisa diciptakan dari sisi perjanjian perdagangan dengan negara-negara anggota BRICS.

"Selain itu, bisa diupayakan penyusunan norma atau standar di bidang perdagangan versi negara-negara BRICS untuk menandingi standar perdagangan Uni Eropa yang kerap mengedepankan aspek keberlanjutan dan lingkungan," ungkapnya.

Arif menambahkan, bila para anggota BRICS bisa menyamakan pandangannya terkait sejumlah permasalahan perdagangan, daya tawar Indonesia dalam kerja sama perdagangan dengan negara lain akan semakin kuat.

"Selain itu, BRICS juga bisa menjadi sarana untuk me-leverage kepentingan-kepentingan Indonesia dalam kerja sama global," ucapnya.

Sementara itu Direktur Eksekutif CSIS Yose Rizal Damuri mengaku termasuk orang yang tidak setuju dengan bergabungnya Indonesia ke dalam BRICS.

"Namun, kita harus move on, karena keputusan sudah diambil. Yang harus dikedepankan adalah bagaimana kita membuat langkah strategis bersama BRICS," kata Yose.

Menurut dia, kepentingan Indonesia yang bisa diangkat dalam BRICS sepertinya harus di luar aspek perluasan pasar, seperti bagaimana mendapatkan pembiayaan tambahan untuk membiayai program pembangunan nasional dan memperkuat fondasi aspirasi ASEAN.

Di sisi lain, Yose menilai ada permasalahan yang harus dihadapi oleh Indonesia bila melakukan perdagangan dengan negara-negara BRICS.

"Sebagian besar negara BRICS, jelas dia, memiliki surplus perdagangan yang cukup besar, seperti Cina, Rusia, dan Arab Saudi). "Bila semua produsen, yang membeli produknya siapa?" imbuh Yose.

Di sisi lain, Deputi Bidang Kerja Sama Penanaman Modal di Kementerian Investasi dan Hilirisasi BKPM, Tirta Nugraha Mursitama mengungkapkan sejumlah hal yang bisa dimanfaatkan Indonesia dengan bergabung di BRICS.

" Sejumlah peluang kerja sama sangat terbuka, tinggal bagaimana kita bisa mengkapitalisasinya," bebernya.

Tirta menjelaskan tujuan foreign direct investment (FDI) di negara-negara BRICS cenderung mengalami peningkatan.

Adapun peluang kerja sama dengan negara-negara BRICS bisa difokuskan pada 15 komoditas seperti antara lain batu bara, minyak mentah, baterai lithium, hingga baterai untuk kendaraan listrik. Apalagi pada kunjungan Presiden Prabowo beberapa waktu lalu ke Brasil, telah ditandatangani nota kesepahaman kerja sama perdagangan senilai US$2,8 miliar.

Tak hanya itu, kerja sama dengan negara-negara BRICS, tambah Tirta, juga bisa dimanfaatkan untuk peningkatan kapabilitas Indonesia melalui transfer teknologi dari para anggotanya. Menurutnya, hal ini dapat meningkatkan daya saing nasional terhadap negara-negara di luar BRICS.

Pada kesempatan yang sama, Anggota Komisi I DPR RI Amelia Anggraini mengungkapkan bergabungnya Indonesia ke dalam BRICS menjadi pertanyaan sejumlah koleganya dari sejumlah negara.

"Mengapa Indonesia bergabung ke BRICS? Apa keuntungannya?" ungkap Amelia.

Di sisi lain, menurut Amelia, bergabungnya Indonesia ke dalam BRICS berpeluang memperkuat diplomasi dalam perekonomian global. "Ini bagian dari implementasi politik luar negeri kita yang bebas dan aktif," ujarnya.

Amelia pun mengingatkan agar dalam menjalin kerja sama dengan negara-negara BRICS selalu mengedepankan prinsip kehatian-hatian dan menempatkan kepentingan nasional di atas segalanya.

Senada, Direktur Eksekutif INDEF, Esther Sri Astuti mengungkapkan ketertarikan Indonesia untuk bergabung dengan BRICS karena menilai pasar negara-negara anggotannya sangat besar setara dengan 40% pasar negara di dunia. Namun, negara-negara anggota BRICS saat ini sedang menghadapi masalah ekonomi dengan beragam pemicunya.

Di sisi lain, lanjut Esther, neraca perdagangan Indonesia dengan sejumlah negara BRICS mengalami defisit, sehingga Indonesia berpotensi dijadikan pasar dari produk-produk negara BRICS,

"Selain itu, perlu juga dicermati akan adanya kewajiban finansial bagi Indonesia sebagai anggota baru di BRICS," ucapnya.

"Karena bukan pendiri, kemungkinan adanya hak eksklusif dari para negara pendiri dalam pengambilan keputusan juga harus diwaspadai," sambungnya.

Wartawan senior Usman Kansong pun menjelaskan Retno Marsudi, Menteri Luar Negeri RI periode 2014-2024 memberi pertanyaan kepada Presiden Prabowo, saat diminta pendapatnya sebelum Indonesia menjadi anggota BRICS.

"Adakah manfaat ekonomi bagi kita, jika kita bergabung ke BRICS?" ujar Retno, pada satu kesempatan.

Akhirnya, ujar Usman, Prabowo memutuskan Indonesia bergabung dengan BRICS, tentu sudah mempertimbangkan akan banyak manfaat dari keanggotaan tersebut.

"Sekarang tergantung kita, apakah kita siap mewujudkan manfaat itu menjadi nyata," pungkas Usman.

(ega/ega)

Read Entire Article
Pembukuan | Seminar | Prestasi | |