Jakarta -
Menteri Transmigrasi M. Iftitah Sulaiman Suryanagara melaporkan dari total Hak Pengelolaan Lahan (HPL) transmigrasi seluas 3,1 juta hektare, terdapat sebanyak 129.553 bidang tanah transmigrasi yang belum bersertifikat.
Dari jumlah tersebut, 17.655 bidang atau setara dengan 13,6 persen wilayah berada dalam kawasan hutan yang melibatkan 18.718 kepala keluarga di 24 provinsi. Ia pun mengungkapkan pihaknya tengah mempercepat legalitas tanah tersebut.
"Isu ini menjadi perhatian serius karena menyangkut kepastian hak masyarakat transmigran. Kami terus berkoordinasi dengan Kementerian Kehutanan, ATR/BPN, serta pemerintah daerah untuk mempercepat proses legalisasi tanah," jelas Iftitah dalam keterangan tertulis, Rabu (17/9/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal itu diungkapkan Iftitah saat menanggapi pernyataan Ketua Komisi V Lasarus dalam rapat dengan Komisi V DPR RI.
Ia juga menjelaskan bahwa pemerintah telah melakukan langkah konkret, salah satunya dengan penyelesaian kasus di Natuna, Kepulauan Riau yang melibatkan 539 bidang tanah dengan 1.060 kepala keluarga yang telah mendapat persetujuan. Hanya saja, Iftitah mengungkapkan saat ini masih terbentur kendala biaya pembayaran provisi sumber daya hutan (PSDH) sebesar Rp 2,85 miliar.
"Kami sudah anggarkan di tahun ini dalam program Trans Tuntas, namun ke depan nanti kami mohonkan kebijakannya untuk kita bersama-sama menghapuskan kewajiban untuk melakukan pembayaran provisi sumber daya hutan ini," kata Iftitah.
Sebelumnya, Ketua Komisi V DPR RI, Lasarus mendorong pemerintah untuk melepaskan desa-desa dan lahan-lahan transmigrasi dari Kawasan Hutan atau Taman Nasional. Hal ini bertujuan agar penduduk desa serta warga transmigrasi bisa memperoleh layanan publik dan hak-hak sosial ekonomi mereka.
"Mendorong Kementerian Transmigrasi menyusun aturan teknis berupa produk hukum secara komprehensif terkait penyediaan tanah transmigrasi agar lebih jelas dan spesifik. Serta menguatkan koordinasi lintas kementerian, lembaga, pemerintah daerah, dan masyarakat adat guna berupa inventarisasi data, verifikasi lapangan, serta sinkronisasi data serta percepatan legalisasi tanah," ungkap Lasarus.
(prf/ega)