Jakarta -
Informasi dalam artikel ini tidak ditujukan untuk menginspirasi siapa pun untuk melakukan tindakan serupa. Bila Anda merasakan gejala depresi dengan kecenderungan berupa pemikiran untuk bunuh diri, segera konsultasikan persoalan Anda ke pihak-pihak yang dapat membantu, seperti psikolog, psikiater, ataupun klinik kesehatan mental.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Ditjen Dikti Kemdiktisaintek) telah berkoordinasi dengan pihak Universitas Udayana (Unud) terkait mahasiswa berinisial TAS (22) yang diduga bunuh diri karena bullying. Ditjen Dikti Khairul meyakini pihak kampus akan transparan menangani kasus ini.
"Kemdiktisaintek turut berdukacita atas wafatnya Saudara Timothy, mahasiswa Universitas Udayana. Kami telah berkoordinasi dengan pimpinan universitas untuk memastikan penanganan kasus ini dilakukan dengan baik, objektif, dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku," ujar Khairul saat dihubungi detikcom, Minggu (19/10/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemendikti mempercayai pihak kampus akan bijak juga transparan, mengutamakan perlindungan dan memulihkan suasana akademik hang aman bagi sivitas kampus.
"Kami percaya pihak kampus akan menempuh langkah yang bijak, transparan, dan berkeadilan, dengan tetap mengutamakan perlindungan serta pemulihan suasana akademik yang aman bagi seluruh sivitas," ujarnya.
Dia mengatakan setiap perguruan tinggi telah diwajibkan membentuk Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (Satgas PPK) sesuai Permendikbudristek Nomor 55 Tahun 2024. Kemdiktisaintek mendorong Satgas tersebut agar berfungsi secara efektif memperkuat budaya kampus yang berintegritas, empatik, dan bebas dari kekerasan.
"Sebagai upaya sistemik, setiap perguruan tinggi telah diwajibkan membentuk Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (Satgas PPK) sesuai Permendikbudristek Nomor 55 Tahun 2024, yang bertugas mencegah, menerima laporan, dan menindaklanjuti berbagai bentuk kekerasan, termasuk perundungan," ucapnya.
"Kemdiktisaintek terus mendorong agar Satgas berfungsi secara efektif serta memperkuat budaya kampus yang berintegritas, empatik, dan bebas dari kekerasan," tutupnya.
Seperti diketahui, TAS (22), mahasiswa semester VII Program Studi Sosiologi FISIP Unud meninggal dunia setelah melompat dari lantai empat gedung FISIP Unud, Denpasar, Bali, Rabu (15/10). Polisi memastikan korban melompat dari lantai empat, bukan lantai dua seperti kabar yang sempat beredar.
Kasi Humas Polresta Denpasar Kompol I Ketut Sukadi mengatakan korban sempat terlihat panik sebelum kejadian. Menurutnya, saksi melihat TAS muncul dari arah pintu lift dengan menggendong tas ransel dan memakai baju putih.
"Terlihat seperti orang panik dan seperti melihat-lihat situasi sekitar kampus," ujar Sukadi, Kamis (16/10).
TAS tergeletak di depan lobi kampus FISIP Unud setelah melompat dari lantai empat. Ia sempat dilarikan ke RSUP Prof Ngoerah Denpasar, tetapi nyawanya tak tertolong. Ia dinyatakan meninggal pukul 13.03 Wita akibat pendarahan internal.
Seusai kematian TAS, sejumlah tangkapan layar percakapan grup mahasiswa beredar di media sosial. Dalam percakapan itu, sejumlah mahasiswa lintas fakultas seperti FISIP, FKP, dan Kedokteran menertawakan kematian TAS. Mereka bahkan mengolok-olok dan membandingkan fisiknya dengan kreator konten Kekeyi.
Sikap nirempati itu memicu gelombang kemarahan publik. Banyak mahasiswa Unud dan warganet menilai tindakan tersebut tak pantas dilakukan, apalagi oleh sesama mahasiswa kampus ternama. Ironisnya, beberapa pelaku justru aktif di organisasi kemahasiswaan.
FISIP Unud Buka Suara
Wakil Dekan III FISIP Unud, I Made Anom Wiranata, mengatakan pelaku bullying terhadap mahasiswa Universitas Udayana (Unud) TAS (22) bukan merupakan teman sekelas korban. Anom mengatakan korban dan para pelaku tak saling mengenal.
"Saudara T itu meninggal bukan karena bullying. Apalagi adik-adik di depan ini tidak mengenal Saudara T. Bullying terjadi setelah T jatuh. Itu bukan dari teman-teman kami, juga bukan dari teman sekelasnya. Bukan sama sekali," kata Anom dilansir detikBali, Sabtu (18/10/2025).
Anom mengatakan TAS melakukan bunuh diri bukan disebabkan oleh perundungan. Dia mengatakan perilaku bullying muncul di media sosial setelah bunuh diri tersebut.
"Saudara T ini, menurut penuturan ibunya, memiliki masalah kesehatan mental. Sejak SMP, Saudara T mendapat penanganan psikologis dari konselor. Ada terapinya," ujarnya.
Namun, dia mengatakan, TAS kemudian menolak melanjutkan terapi itu saat masuk perguruan tinggi. Anom pun mengimbau para mahasiswa lebih peka dan memahami bahwa setiap orang memiliki cara berbeda dalam menghadapi masalah.
"Memiliki gangguan mental dan tidak sanggup untuk menanggung barangkali segala jenis persoalan yang bagi orang lain beda cara penanganan dan penerimaannya. Kita tidak bisa menyamakan antara Saudara Timoti dengan masyarakat lainnya," tuturnya.
(idn/idn)