Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arsul Sani mengaku tak akan melaporkan balik pelapor yang menuding ijazah doktor atau S-3 miliknya palsu. Dia mengatakan Hakim MK merupakan pejabat negara sehingga tak boleh melaporkan dugaan pencemaran nama baik.
"Nggak (melapor), saya nggak, kalau MK kan nggak bisa. MK sudah memutuskan sendiri bahwa lembaga negara itu kan tidak boleh melaporkan pencemaran nama baik," kata Arsul Sani di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (17/11/2025).
Dia mengatakan MK telah memutuskan lembaga negara tak boleh melaporkan dugaan pencemaran nama baik. Arsul mengaku tak patut jika membuat laporan balik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu sudah diputuskan sendiri oleh MK, masa kemudian karena itu MK-nya akan melanggar sendiri apa yang diputuskan, saya kira enggak, saya pun bagian dari MK jadi tidak patut untuk melakukan itu," jelas dia.
Arsul telah mengklarifikasi tudingan ijazah palsu yang dilaporkan Aliansi Masyarakat Pemerhati Konstitusi ke Bareskrim Polri. Dia membantah ijazah doktornya palsu.
Dia mengatakan dirinya menjalani wisuda doktoral pada 2023 di Warsaw Management University (WMU) di Warsawa, Polandia. Dalam wisuda tersebut, katanya, hadir Duta Besar Indonesia di Warsawa saat itu, Anita Lidya Luhulima.
Arsul juga menunjukkan ijazah asli serta ijazah yang telah dilegalisasi oleh KBRI di Polandia dalam konferensi pers itu. Dia memperlihatkan hardcopy disertasinya yang berjudul 'Re-examining the Considerations of National Security Interests and Human Rights Protection in Counter-terrorism Legal Policy: a Case Study on Indonesia with Focus on Post Bali-bombings Development'.
"Tentu kemudian setelah selesai wisuda karena saya dalam 2-3 hari itu mau balik ke Indonesia, maka ijazah itu saya copy malah dibantu copy oleh KBRI dan kemudian saya legalisasi, ini juga silakan nanti dilihat legalisasi asli dari KBRI di Warsawa," jelasnya.
Arsul mengaku memberikan semua berkas bukti dia menjalani kuliah doktoral hingga wisudanya ke Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). Dia mengaku telah menyisipkan dokumentasi proses perjalanan kuliah S3-nya.
Arsul juga menceritakan proses meraih gelar doktor di bidang hukum. Dia mengaku memulai studi S3 sejak 2010 dengan mendaftar pada professional doctorate program bidang Justice, Policy and Welfare Studies yang di Glasgow School for Business and Society, Glasgow Caledonian University (GCU), Inggris.
Pada akhir 2012, kata Arsul, dirinya menyelesaikan tahap pertama hingga menerima transkrip nilai akademik. Saat itu, Arsul menyusun proposal disertasi bersamaan dengan pencalonan sebagai anggota DPR RI dari Dapil Jawa Tengah pada Pemilu 2014.
Singkat cerita, Arsul terpilih jadi anggota legislatif. Dia mengaku kerap pulang pergi Glasgow-Indonesia setelah terpilih, namun masih berstatus sebagai mahasiswa S3.
Dia mengatakan disertasinya tertunda karena sibuk di DPR. Pada pertengahan 2017, Arsul memutuskan tidak melanjutkan program doktoralnya di Glasgow.
Usai pemilu 2019, katanya, dia mencari universitas yang cocok untuk meneruskan disertasinya lewat program transfer doktoral. Dia mengaku tidak kuliah ulang dari nol, namun hanya melanjutkan disertasi hingga mendapat gelar doktor pada 2023.
Sebelumnya, Aliansi Masyarakat Pemerhati Konstitusi mengadukan Arsul Sani ke Bareskrim Polri. Pengaduan itu terkait legalitas ijazah program doktor Arsul Sani yang diduga palsu.
"Kami dari Aliansi Masyarakat Pemerhati Konstitusi hari ini mendatangi Bareskrim Mabes Polri dalam rangka untuk melaporkan salah satu hakim Mahkamah Konstitusi berinisial AS yang diduga memiliki atau menggunakan ijazah palsu," kata Koordinator Aliansi Masyarakat Pemerhati Konstitusi, Betran Sulani kepada wartawan di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Jumat (14/11).
Menurut Betran, jabatan Hakim MK menuntut integritas akademik dan gelar doktor menjadi syarat utama. Karena itu, katanya, kebenaran ijazah Arsul harus dibuktikan untuk mempertahankan kepercayaan publik terhadap Mahkamah Konstitusi.
(haf/haf)


















































