Jakarta -
Fraksi Partai Golkar DPR RI menerima audiensi pengurus Vibrasi Suara Indonesia (VISI) yang dipimpin Armand Maulana dan Nazril Irham (Ariel NOAH). Audiensi ini membahas transparansi terkait tata kelola royalti.
Audiensi dengan para musisi Tanah Air digelar di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (3/11/2025). Pertemuan ini dihadiri langsung Ketua Fraksi Golkar M Sarmuji, Bendahara Fraksi Golkar Sari Yuliati, Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian, Wakil Ketua Komisi VII Lamhot Sinaga, dan Wakil Ketua Komisi XIII Dewi Asmara.
Dalam agenda ini, Vina Panduwinata dan Sammy Simorangkir juga menyampaikan keresahan atas tata kelola royalti dan praktik perizinan yang dinilai membebani penyanyi. Mereka menyebut hal ini berpotensi mengkriminalisasi pelaku seni.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sarmuji menyebut aspirasi VISI sejalan dengan banyak pihak yang menyoroti persoalan transparansi Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN). Menurutnya, aspirasi yang masuk akan ditindaklanjuti ke alat kelengkapan dewan (AKD) DPR yang membidangi hal tersebut.
"Saya sudah menyimak dua presentasi: AKSI dan VISI. Konstruksi berpikirnya sama, banyak kesamaan. Mudah-mudahan ini bisa jadi titik temu dari aspirasi VISI dengan AKSI. Kita menyerap aspirasi dari semua stakeholder," kata Sarmuji dalam keterangan tertulisnya.
Sarmuji menegaskan masalah utama terletak pada tidak transparannya tata kelola LMKN. Ia menilai perlu ada aturan yang lebih rasional dan berpihak pada semua pihak dalam ekosistem musik.
"Kalau ditetapkan aturan bahwa pembayaran royalti pertunjukan dilakukan seminggu setelah konser, bolehlah. Jadi tidak perlu menunggu berbulan-bulan seperti sekarang," ujarnya.
Anggota Komisi VI DPR RI ini menilai langkah VISI yang memperhatikan seluruh pemangku kepentingan dari pencipta lagu, penyanyi, hingga penyelenggara konser patut diperhitungkan. Ia menilai tata kelola royalti nantinya tidak boleh berbelit-belit.
"Sistemnya jangan sampai mempersulit. Kalau sistemnya rumit, dunia usaha kesulitan membayar, dan akhirnya pencipta lagu tidak mendapatkan haknya," ucap Sarmuji.
"Sistemnya memang perlu diperbaiki dan sistem itu harus transparan, berkeadilan, serta memudahkan semua pihak, tidak hanya bagi para pencipta lagu tetapi juga bagi dunia usaha. Memudahkan ini maksudnya, misalnya dunia usaha pertunjukan, kafe, restoran, hotel, dan lain-lain mudah meminta izin menggunakan lagu dari pencipta lagu," sambungnya.
Sementara itu, Ketua Umum VISI Armand Maulana menjelaskan akar permasalahan yang menumpuk di dunia musik Indonesia. Armand menyoroti ketidaktransparanan LMKN.
"Masalah ini bermula dari ketidaksempurnaan kerja, ketidakkompetenan, dan ketidaktransparanan LMK-LMK serta LMKN di masa lalu," kata Armand.
"Performing rights itu bersifat masif, berulang, dan terjadi dalam waktu bersamaan. Jadi meminta izin langsung ke pencipta lagu setiap kali tampil itu tidak realistis dan kontraproduktif," tambahnya.
Fraksi Partai Golkar DPR RI menerima audiensi pengurus Vibrasi Suara Indonesia (VISI) yang dipimpin Armand Maulana dan Nazril Irham (Ariel NOAH). Foto: dok. istimewa
Menurut Armand, fokus utama seharusnya bukan pada perizinan, melainkan pada tata kelola dan distribusi royalti yang adil dan transparan. Ia tak ingin ada diskriminasi bagi musisi.
"Seringkali seorang penyanyi diminta mendadak untuk menyanyikan lagu tertentu. Kalau tetap diwajibkan izin di muka, maka harus diberi tenggat waktu, misalnya tujuh hari setelah pertunjukan. Jangan sampai penyanyi, bahkan pelajar yang tampil di pensi, justru dikriminalisasi," ujarnya.
Wakil Ketua Umum VISI, Ariel NOAH, mengatakan perjuangan para musisi bukan untuk memihak satu kelompok. Melainkan, kata dia, untuk mengupayakan keseimbangan hak antara pencipta, penyanyi dan penyelenggara acara.
"Kita ingin sistem yang adil dan transparan untuk semua pelaku musik. Kalau sistemnya jelas, semua pihak diuntungkan," imbuh Ariel.
(dwr/fas)


















































