Jakarta -
Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Sultan Baktiar Najamudin mengapresiasi Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan permohonan Judicial review (JR) terhadap Undang-undang Cipta Kerja. Permohonan ini dengan perubahan atas UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu No.2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi UU yang disodorkan Sawit Watch
"Keputusan MK ini memberi kabar baik bagi masyarakat adat yang hidup turun temurun di kawasan hutan. Masyarakat adat (indigenous people) merupakan entitas yang paling memahami pola dan cara melindungi biodiversity di kawasan hutan," ujar Sultan dalam keterangan tertulis, Jumat (17/10/2025).
Sultan mengatakan keputusan MK menjadi relevan dengan upaya lembaga DPD RI Dan DPR bersama pemerintah yang akan membahas Rancangan Undang-undang Masyarakat Hukum Adat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Keputusan MK ini memberikan jaminan Perlindungan masyarakat adat dari tindak kriminalisasi atas mereka dengan alasan pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (UU Cipta Kerja)," paparnya.
Menurut Sultan, putusan ini perlu disambut bukan sebagai dalil penguasaan masyarakat menguasai hutan atas nama adat, tapi sikap tegas agar negara dapat memberikan kesempatan dan rasa aman kepada masyarakat adat dalam mengelola Kawasan hutan secara berkelanjutan.
"Kami sangat berharap agar putusan MK yang baik ini juga turut membuka ruang akselerasi atas percepatan pembahasan dan pengesahan Rancangan UU Masyarakat Adat yang saat ini sedang kami kerjakan sebagai RUU Prioritas di DPD RI," paparnya.
Sultan menegaskan RUU Masyarakat Adat merupakan pengaturan lebih lanjut secara khusus untuk masyarakat adat. Sebab, sudah sejak lama masyarakat adat menantikan kebijakan selevel UU yang mengakui, menghormati, dan melindungi eksistensi serta memberi pemberdayaan atas hidup kebudayaan mereka.
Diketahui, Putusan MK pada Kamis (16/10) menyatakan masyarakat adat tidak perlu izin ke pemerintah sebelum membuka kebun di hutan, adalah bagian dari hasil gugatan terhadap UU Cipta Kerja. Putusan atas perkara nomor 181/PUU-XXII/2024 ini telah memberikan harapan bagi penguatan poin penting bagi masyarakat adat, yakni pengakuan, penghormatan, perlindungan, dan pemberdayaan.
MK menyatakan Pasal 17 ayat (2) huruf b dalam Pasal 37 angka 5 Lampiran UU Cipta Kerja bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, sepanjang tidak dimaknai, 'dikecualikan untuk masyarakat yang hidup secara turun temurun di dalam hutan dan tidak ditujukan untuk kepentingan komersial.
(akn/ega)