Deputi Bidang Sistem dan Strategi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Raditya Jati menilai sejumlah kepala daerah menyalahkan hujan saat bencana terjadi. Padahal, menurut dia, ada masalah tata ruang yang kerap menimbulkan bencana.
"Nah, ini yang sering kali terjadi dan sering kali menyalahkan curah hujan yang tinggi sehingga mereka tidak siap, padahal sebetulnya juga ada permasalahan misalnya tata ruang," kata Raditya Jati dalam rapat koordinasi di Kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, Senin (1/12/2025).
Raditya berpendapat jajaran kepala daerah harus memahami mitigasi bencana. Hal ini bisa dimulai dari penetapan status wilayah hingga cara mengantisipasinya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi contoh-contoh yang ini dilakukan, bagaimana menetapkan status, bagaimana kecepatan dan kaji cepat apa yang harus dilakukan, bagaimana BPBD dan OPD yang terkait juga harus melakukan penetapan status dan seterusnya. Yang paling penting adalah kepala daerah paham, jadi jangan menunggu kejadian bencana baru meminta bantuan dari pusat," ucap dia.
Masalah bencana, menurut Raditya, berdampak langsung terhadap warga karena masalah tata ruang yang tak sesuai dengan aturan. Raditya menyinggung seperti di wilayah Jakarta banyak rumah di bantaran sungai yang rawan.
"Contoh saja beberapa wilayah di Jabodetabekpunjur, banyak rumah-rumah yang tinggal persis melanggar sempadan sungai. Kami punya datanya, kami ada datanya via satelit," ucap dia.
Sempadan sungai, menurut Raditya, ditetapkan sebagai batas perlindungan untuk mencegah erosi, banjir, dan pencemaran, serta menjaga fungsi ekologis sungai. Dalam kata lain, Raditya menilai hal ini beralih jadi permukiman, bukan tak mungkin bakal menimbulkan masalah.
"Dan bisa dilihat bapak-ibu rapor merahnya itu di wilayah bapak-ibu. Artinya, kalau fenomena alam saja tidak menimbulkan korban jiwa, kerugian sosial ekonomi, dan kerusakan infrastruktur, ya itu fenomena alam. Gunung meletus tidak ada korban jiwa berarti fenomena alam. Jadi artinya kita harus upayakan bahwa bapak-ibu yang ada di daerah memastikan semuanya itu bisa tertangani dengan baik," terangnya.
Lebih lanjut, Raditya mengatakan pihak BMKG telah lebih dulu mengeluarkan peringatan dini soal hujan ekstrem sekitar delapan hari sebelum bencana di Sumatera bagian utara. Namun faktor respons dan masalah tata ruang jadi menimbulkan korban dan kerugian.
"Nah, ini sekali lagi tadi disampaikan Prof Fathani (Kepala BMKG), yang 8 hari sudah ada peringatan, sebaiknya memang pemerintah daerah harus siap. Ini dampak-dampak cukup banyak bapak-ibu, bukan hanya masalah korban jiwa, tapi kerusakan lingkungan dan juga bisa dipicu oleh peralihan fungsi lahan, tata ruang, termasuk juga masalah mungkin kerusakan lingkungan yang bisa menimbulkan risiko bencana yang lebih tinggi," ungkapnya.
Raditya membandingkan bagaimana fenomena alam lain seperti erupsi Gunung Semeru tidak memakan korban jiwa. Sebab, ada peringatan dini dan masyarakat bisa merespons dengan baik.
"Nah ini contoh dampak Gunung Semeru. Bahkan Gunung Semeru ini waktu meletus tidak ada korban jiwa, Bapak. Jadi ini ada sebagian besar penduduknya sudah dipindahkan di huntap," kata dia.
(rfs/rfs)
















































