loading...
Ada 8 negara pemilik mineral tanah langka terbesar di dunia. Mineral ini diincar AS untuk kelangsungan industri militernya. Foto/Nasdaq
JAKARTA - Amerika Serikat (AS) sangat menginginkan "harta karun" mineral tanah langka (rare-earth elements) untuk kelangsungan industri militer dan teknologi canggihnya. Sumber terbanyak dari mineral ini ada di delapan negara.
Apa Itu Mineral Tanah Langka dan Untuk Apa?
Mineral tanah langka adalah sekelompok 17 unsur kimia yang memiliki sifat-sifat kimia yang mirip.
Unsur-unsur tersebut adalah Scandium (Sc), Yttrium (Y), dan 15 unsur Lantanida; Lanthanum (La), Cerium (Ce), Praseodymium (Pr), Neodymium (Nd), Promethium (Pm), Samarium (Sm), Europium (Eu), Gadolinium (Gd), Terbium (Tb), Dysprosium (Dy), Holmium (Ho), Erbium (Er), Thulium (Tm), Ytterbium (Yb), dan Lutetium (Lu).
Nama "langka" sebenarnya merujuk pada kelangkaan mereka dalam bentuk murni, bukan kelangkaan secara umum di kerak bumi.
Logam tanah langka memiliki sifat magnetik dan konduktif, yang menjadikannya penting dalam berbagai aplikasi teknologi.
Logam tanah langka digunakan dalam berbagai perangkat elektronik seperti ponsel, tablet, speaker, dan baterai. Selain itu, juga dimanfaatkan dalam sektor kesehatan, otomotif, penerbangan, industri militer, dan juga pengembangan artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan.
8 Negara Pemilik Mineral Tanah Langka Terbesar di Dunia
1. China (44 juta metrik ton)
2. Brasil (21 juta metrik ton)
3. India (6,9 juta metrik ton)
4. Australia (5,7 metrik ton)
5. Rusia (3,8 juta metrik ton)
6. Vietnam (3,5 juta metrik ton)
7. Amerika Serikat (1,9 juta metrik ton)
8. Greenland—wilayah otonomi Denmark (1,5 juta metrik ton)
"Mineral tanah langka termasuk mineral penting yang sangat penting bagi teknologi canggih, seperti chip semikonduktor, energi bersih dan teknologi penyimpanan energi, serta sistem pertahanan," kata Jane Nakano, peneliti Keamanan Energi dan Perubahan Iklim di Pusat Studi Strategis dan Internasional, kepada Newsweek.
China telah mendominasi kepemilikan "harta karun" tersebut, membuat banyak negara—termasuk AS—bergantung pada Beijing selama puluhan tahun.