172 Juta Warga RI Hidup Susah, Kepala BPS: Perlu Bijak Memaknai Angka Bank Dunia

3 hours ago 2

loading...

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) merespons laporan Bank Dunia yang mengungkapkan, separuh penduduk Indonesia yaitu 60,3% atau sekitar 171,9 juta orang, hidup di bawah garis kemiskinan. Foto/Dok

JAKARTA - Kepala Badan Pusat Statistik ( BPS ), Amalia Adininggar Widyasanti memberikan tanggapan terkait laporan Macro Poverty Outlook yang dirilis World Bank atau Bank Dunia pada April 2025. Dimana dalam laporan Bank Dunia itu menyebutkan,171,9 juta orang Indonesia hidup susah dan kemiskinan di Tanah Air menjadi tertinggi kedua di ASEAN.

Laporan tersebut menyebutkan bahwa lebih dari separuh penduduk Indonesia, yaitu 60,3% atau sekitar 171,9 juta orang, hidup di bawah garis kemiskinan yang ditetapkan untuk negara-negara berpendapatan kelas menengah atas, yakni USD6,85 per orang per hari berdasarkan paritas daya beli (PPP) tahun 2017.

"Kita perlu bijak dalam memaknai angka yang disampaikan oleh Bank Dunia mengenai kemiskinan yang 60,3 persen itu. Sebagai informasi bapak, ibu, standar yang digunakan oleh Bank Dunia dan memperoleh data 60,3 persen itu adalah dengan standar upper middle class," jelas Amalia di Jakarta.

Amalia menjelaskan, bahwa standar garis kemiskinan yang digunakan Bank Dunia sebesar USD6,85 per kapita per hari didasarkan pada PPP tahun 2017 dan merupakan standar untuk kategori negara berpendapatan menengah atas. Ia menekankan bahwa angka tersebut tidak bisa langsung dikonversikan menggunakan nilai tukar saat ini karena perhitungannya menggunakan PPP 2017.

Lebih lanjut, BPS mengingatkan bahwa garis kemiskinan yang ditetapkan oleh Bank Dunia tidak harus diterapkan secara mutlak oleh setiap negara. Menurut BPS, setiap negara memiliki karakteristik dan kondisi yang berbeda, sehingga perlu memiliki garis kemiskinan nasional yang disesuaikan dengan keunikan dan standar hidup masing-masing wilayah.

"Dengan demikian, apabila memperhatikan lebih detail, selain poverty line atau garis kemiskinan standar Bank Dunia itu banyak negara yang memiliki garis kemiskinan di masing-masing wilayahnya yang dihitung sendiri berdasarkan keunikan dan standar hidupnya," kata Amalia.

Amalia mencontohkan bahwa di Indonesia, garis kemiskinan ditetapkan berdasarkan kondisi di setiap provinsi yang memiliki standar hidup yang berbeda-beda.

Dalam menghitung angka kemiskinan nasional, BPS menggunakan basis angka kemiskinan di masing-masing provinsi yang kemudian diagregasikan.

Oleh karena itu, menurut dia, standar hidup di Provinsi DKI Jakarta tidak akan sama dengan standar hidup di provinsi, misalnya Papua Selatan. "Provinsi DKI maupun Provinsi Papua Selatan memiliki garis kemiskinan yang berbeda-beda," ujarnya.

Read Entire Article
Pembukuan | Seminar | Prestasi | |