Jakarta -
Wakil Ketua MPR, Eddy Soeparno menyampaikan pembelaannya terhadap strategi diplomasi Presiden Prabowo yang dianggap gagal menurunkan tarif barang dari Indonesia ke AS.
Menurut Eddy, sejak awal Presiden Prabowo sudah membaca bahwa kebijakan tarif ini adalah bagian dari gelombang proteksionisme global pemerintahan Trump dan bukan refleksi hubungan bilateral Indonesia-AS yang sebenarnya.
"Karena itu strategi Presiden Prabowo menjadi relevan yakni dengan menghindari eskalasi, menjaga hubungan diplomatik, dan di sisi lainnya fokus pada penguatan struktur ekonomi dalam negeri," ujar Eddy dalam keterangannya, Kamis (10/7/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk diketahui, setelah serangkaian diplomasi dan lobby pemerintah Indonesia, Presiden Donald Trump tetap memberlakukan tarif 32 persen. Tarif ini akan mulai berlaku pada 1 Agustus 2025 mendatang.
Bagi Doktor Ilmu Politik UI ini, langkah diplomasi Presiden Prabowo sudah tepat dengan tidak memilih langkah reaktif atau balasan tarif (retaliatory), karena hal itu justru akan memicu konflik dagang yang kontraproduktif.
"Langkah diplomasi Presiden Prabowo tetap pada koridor multilateralisme-menggalang dukungan dari negara-negara berkembang, memperkuat posisi di WTO, dan menjalin solidaritas dengan negara-negara BRICS dalam mewujudkan kebijakan ekonomi global yang lebih adil," lanjutnya.
Di sisi lain, lanjut Eddy, di dalam negeri Presiden Prabowo fokus pada upaya memperkuat fondasi ekonomi dalam negeri dengan paket kebijakan deregulasi yang sudah dimulai dengan revisi Permendag No. 8 Tahun 2024 agar pengaturan impor menjadi fleksibel dan tidak memberatkan pelaku usaha.
"Dalam sarasehan ekonomi dengan pelaku usaha Bulan April lalu Presiden Prabowo secara tegas sudah menginstruksikan jajaran kementerian untuk melakukan deregulasi sektor riil dengan menghapus berbagai hambatan administratif demi menciptakan ekosistem usaha yang kompetitif dan efisien," ungkapnya.
Waketum PAN ini menjelaskan, sebagai antisipasi terhadap dinamika politik global, Presiden Prabowo juga terus mendorong diversifikasi pasar ekspor dan mempercepat transformasi industri dalam negeri agar Indonesia tidak terus bergantung pada pasar-pasar tertentu.
"Bergabung ke BRICS bukan hanya langkah diplomatis tapi lebih dari itu merupakan upaya Presiden Prabowo memperluas pasar ekspor Indonesia ke negara-negara emerging market. Karena jika berbicara proporsi ekonomi negara-negara BRICS, maka ada peningkatan signifikan dari tahun 1995 hanya 17% meningkat tajam mencapai lebih dari 30% di tahun 2022," ucap Eddy.
"Faktanya dalam beberapa bulan terakhir, Indonesia berhasil membuka akses pasar baru ke Afrika, Timur Tengah, dan Asia Selatan, sebuah langkah konkret yang menunjukkan bahwa diplomasi ekonomi kita tidak berpangku tangan pada satu kekuatan saja," lanjutnya.
Ke depan, Waketum PAN ini meyakini masih ada peluang bagi Indonesia untuk terus memperkuat langkah dalam melakukan negosiasi dengan Amerika Serikat mengenai tarif Trump ini.
"Sebagai pimpinan MPR kami mendukung langkah diplomasi Presiden Prabowo yang saat ini masih terus berupaya memanfaatkan window of opportunity melakukan pendekatan dengan pihak US sampai dengan 1 Agustus nanti," kata Eddy.
"Kami di MPR siap memberikan ide, gagasan dan masukan mendukung diplomasi kita dengan mendahulukan kepentingan nasional," pungkas Anggota Komisi XII DPR RI ini.
Simak juga Video: Upaya RI Nego Tarif Trump: Airlangga ke AS-Pertamina Cs Teken MoU
(prf/ega)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini