Problematika Pajak Penghasilan Dosen PTN BH

4 hours ago 3

loading...

Arifin Halim, Konsultan Pajak, Kuasa Hukum Pengadilan Pajak, Advokat, dan Lulusan Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Brawijaya. Foto: Ist

Arifin Halim
Konsultan Pajak, Kuasa Hukum Pengadilan Pajak, Advokat, dan
Lulusan Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Brawijaya

TUJUANperubahan status Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dari Satker BLU (Satuan Kerja Badan Layanan Umum) menjadi Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN BH) adalah untuk memberikan kemandirian dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Namun perubahan ini menimbulkan problema baru yaitu timbulnya tambahan beban pajak penghasilan bagi seorang istri yang berprofesi sebagai dosen . Adilkah beban PPh ini? Lalu bagaimana dampaknya terhadap kecerdasan bangsa?

Dua Bukti Potong dari PTN BH

Seorang dosen atau tenaga administrasi di PTN BH akan menerima 2 bukti potong (Bukpot): pertama, Bukpot BPA2/1721-A2 atas penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang menjadi beban APBN; kedua, Bukpot BPA1/1721-A1 atas penghasilan setiap bulan yang menjadi beban dari Non-APBN.

Potensi Kurang Bayar PPh Bagi Istri sebagai Tenaga Pendidik

Atas Bukpot BPA2/1721-A2 dan BPA1/1721-A1 dari PTN BH yang diterima oleh dosen atau tenaga administrasi yang berstatus seorang istri, berpotensi ditafsirkan sebagai penghasilan dari 2 pemberi kerja oleh otoritas pajak. Padahal substansinya adalah penghasilan dari satu pemberi kerja yaitu “PTN BH yang sama”.

Sesuai Pasal 8 ayat (1) UU PPh, penghasilan istri dari satu pemberi kerja adalah penghasilan yang bersifat final. Dalam hal ini tidak menimbulkan kurang bayar PPh.

Dampak diperlakukan sebagai penghasilan dari 2 pemberi kerja, maka “penghasilan yang bersifat final” menjadi “gugur”. Sehingga akan terjadi kurang bayar PPh dalam pelaporan SPT Tahunan PPh Orang Pribadinya yang digabungkan dengan penghasilan suaminya.

Dengan 2 Bukpot BPA2 dan BPA1, maka terdapat 2 PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak), masing-masing Rp54juta. PTKP yang dapat ditambahkan di SPT suami hanya Rp54juta. Sehingga setidaknya ada potensi kurang bayar PPh sebesar Rp8,1 juta yang berasal dari PTKP yang tidak diakui, yaitu Rp54juta dikalikan tarif progresif 15%. Tidak dipakainya tarif 5% karena kemungkinan besar lapisan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp60 juta telah terpakai di penghasilan suami.

Read Entire Article
Pembukuan | Seminar | Prestasi | |