Lahan Nganggur 2 Tahun Disita Negara, Kementerian ATR/BPN: Bukan Status SHM Pribadi

14 hours ago 4

loading...

Rencana pemerintah menyita lahan nganggur lebih dari 2 tahun memicu reaksi keras publik, begini penjelasan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). Foto/Ilustrasi SINDOphoto.

JAKARTA - Rencana pemerintah menyita lahan nganggur lebih dari 2 tahun memicu reaksi keras publik. Tidak sedikit yang keberatan atas rencana tersebut lantaran, dinilai sebagai bentuk keserakahan negara terhadap rakyatnya.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang (Dirjen PPTR) Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) , Jonahar buka suara memberikan penjelasan.

Menurutnya, kebijakan tersebut sampai saat ini hanya fokus pada lahan berstatus Hak Guna Usaha (HGU) dan Hak Guna Bangunan (HGB) yang dimiliki Badan Hukum, bukan terhadap lahan pribadi dengan status Hak Milik (SHM). Baca Juga: Ubah SHGB Jadi SHM, Begini Syarat dan Prosedurnya

"Penertiban tanah hak milik baru dapat dilakukan jika masuk ke kategori ditelantarkan yang sudah tertuang dalam Pasal 7 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar," ungkap Jonahar dalam pernyataan resminya.

Jonahar memaparkan dalam aturan tersebut dinyatakan bahwa tanah hak milik bisa ditertibkan jika dikuasai oleh pihak lain hingga menjadi kawasan perkampungan; dikuasai pihak lain selama 20 tahun berturut-turut tanpa adanya hubungan hukum dengan pemilik; dan/atau tidak terpenuhinya fungsi sosialnya.

Sementara itu aturan penertiban tanah dengan SHGU dan SHGB dibuat berbeda dengan penertiban tanah SHM. Berdasarkan PP Nomor 20 Tahun 2021, tanah HGU dan HGB dapat menjadi objek penertiban apabila selama dua tahun sejak diterbitkan haknya tidak diusahakan, tidak digunakan, dan/atau tidak dimanfaatkan sebagaimana peruntukan yang tercantum dalam proposal awal permohonan hak.

Ia pun mengimbau masyarakat yang memiliki tanah, baik yang sedang ditempati atau berada jauh, untuk merawat tanahnya dan jangan sampai mengganggu ketertiban umum. “Kalau HGU, ditanami sesuai dengan proposal awalnya. Kalau HGB, dibangun sesuai peruntukannya. Kalau hak milik, jangan sampai dikuasai orang lain,” ujarnya.

Read Entire Article
Pembukuan | Seminar | Prestasi | |