Jaga Iklim Investasi, Pemerintah Harus Berikan Kepastian Hukum Industri Sawit

4 hours ago 1

loading...

Pemerintah diminta memberikan kepastian hukum terhadap para pelaku industri kelapa sawit yang sudah menyelesaikan kewajibannya pada Pasal 110A UU Cipta Kerja. Foto/Dok. SindoNews

JAKARTA - Pemerintah diminta memberikan kepastian hukum terhadap para pelaku industri kelapa sawit yang sudah menyelesaikan kewajibannya pada Pasal 110A Undang-undang (UU) Cipta Kerja dengan segera mengeluarkan surat izin pelepasan kawasan hutan. Selanjutnya, pengajuan izin Hak Guna Usaha (HGU) diminta untuk dipercepat melalui penyederhanaan prosedur.

Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) Eugenia Mardanugraha mengungkapkan kepastian hukum sangat penting untuk menjaga iklim investasi termasuk di sektor sawit. “Karena bagaimanapun sektor sawit memberikan kontribusi yang besar bagi perekonomian nasional. Kepastian hukum sangat penting,” kata Eugenia, Kamis (13/3/2025).

Karena itu, dia mendukung para pelaku sawit yang sudah menyelesaikan kewajibannya sesuai dengan pasal 110A UU Cipta Kerja untuk memperjuangkan dalam mendapatkan surat izin pelepasan hutannya. Menurut Eugenia, keberadaan Perpres No 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan tidak menggugurkan UU Cipta Kerja karena status UU lebih tinggi.

Adapun, ketentuan dalam Pasal 110A dan Pasal 110B UU Cipta Kerja, yakni mengizinkan kebun sawit yang berada di dalam kawasan hutan sebelum berlakunya undang-undang ini untuk melakukan kegiatan usaha dengan memenuhi persyaratan dan memberikan sanksi berupa denda administratif kepada perusahaan yang tidak memenuhi persyaratan.

Lebih jauh, Eugenia menyoroti tentang pengurusan HGU lahan sawit yang terkesan berbelit-belit sehingga memerlukan waktu lama untuk mendapatkannya. Dia meminta agar kawasan hutan yang sudah berubah fungsi menjadi sawit secara legal, izin HGU-nya diteruskan dan tidak ditutup lahan sawitnya.

Namun, untuk pembukaan lahan sawit baru, Eugenia sepakat jika prosesnya dibuat sulit. “Kan pemerintah harus merapikan dulu izin-izinnya (lahan sawit yang sudah ada), kalau pembukaan baru pemberian izinnya lama, nggak apa-apa,” ungkap anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) ini. Karena jika ditutup, dampaknya akan mengganggu produksi kelapa sawit secara nasional.

Data Kementerian Keuangan menyebut nilai kapasitas produksi nasional industri kelapa sawit 2023 diperkirakan sebesar Rp729 triliun. Adapun, kontribusi industri sawit ke APBN 2023 mencapai sekitar Rp 88 triliun dengan rincian penerimaan dari sektor pajak Rp 50,2 triliun, PNBP Rp 32,4 triliun, dan Bea Keluar Rp 6,1 triliun. Sektor sawit di Indonesia saat ini telah melibatkan 2,4 juta petani swadaya dan 16 juta tenaga kerja.

Dia meminta agar regulasi sawit dibuat seragam seluruh Indonesia. Karena itu, pemerintah pusat harus turun tangan untuk memastikan jangan sampai ada perbedaan aturan sawit di masing-masing provinsi. Hal ini penting untuk menjaga kepastian hukum di industri sawit.

Lebih jauh, Eugenia sepakat terhadap upaya pemerintah dalam menertibkan lahan sawit di kawasan hutan. Syaratnya, penertiban lahan sawit di kawasan hutan sebaiknya dilakukan dengan tetap mempertimbangkan keberlanjutan kegiatan ekonomi di kebun sawit tersebut.

Dia memberikan contoh penertiban ribuan hektare lahan sawit di Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah oleh Tim Satgas Garuda Penertiban Kawasan Hutan karena dianggap ilegal. Dia meminta pemerintah tidak hanya menyita dan menyegel kebun sawit tersebut, namun harus tetap mempertahankan kegiatan ekonomi dan keamanan kebun sawit tersebut tetap terjaga baik. “Jangan sampai setelah disegel ditinggalkan sehingga terjadi penjarahan buah sawit misalnya. Harus tetap dijaga sehingga tidak merugikan kegiatan sawit di sana,” jelasnya.

Read Entire Article
Pembukuan | Seminar | Prestasi | |