loading...
PT Perisai Digital Indonesia mengembangkan teknologi AI-driven cybersecurity yang mencakup layanan penetration testing, threat intelligence, dan automated security operations. Foto/Dok
KUALA LUMPUR - Perisai Cybersecurity (Peris.ai), perusahaan rintisan teknologi keamanan siber asal Indonesia meraih penghargaan Startup of the Year dalam ajang ASEAN Business Awards (ABA) 2025 yang diselenggarakan di Malaysia International Trade and Exhibition Centre (MITEC), Kuala Lumpur. Penghargaan bergengsi ini diberikan oleh ASEAN Business Advisory Council (ASEAN-BAC) kepada perusahaan dan individu yang mendorong inovasi, kolaborasi, serta pertumbuhan inklusif di kawasan Asia Tenggara.
Tahun ini di bawah kepemimpinan Malaysia sebagai Ketua ASEAN, ajang ABA menghadirkan format baru yang menyoroti pilar ekonomi tradisional sekaligus sector baru seperti digitalisasi, keberlanjutan, dan startup teknologi. Perisai Cybersecurity menjadi satu-satunya perwakilan Indonesia yang meraih penghargaan di kategori startup pada malam gala ABA 2025, sebagai bentuk pengakuan atas kontribusinya dalam membangun solusi keamanan siber berbasis Artificial Intelligence (AI) yang memperkuat ketahanan digital perusahaan dan institusi di seluruh kawasan.
Inovasi Keamanan Siber Buatan Anak Bangsa
PT Perisai Digital Indonesia mengembangkan teknologi AI-driven cybersecurity yang mencakup layanan penetration testing, threat intelligence, dan automated security operations. Melalui pendekatan “security as a service”, Perisai membantu organisasi mengidentifikasi, menganalisis, dan mencegah ancaman siber dengan efisien dan terukur.
Relevansi penting inovasi ini semakin terasa di tengah meningkatnya ancaman siber di sektor keuangan nasional. Baru-baru ini, pasar modal Indonesia diguncang oleh kasus dugaan pembobolan Rekening Dana Nasabah (RDN) yang menelan kerugian hingga ratusan miliar rupiah.
Baca Juga: Keamanan Siber Dipandang sebagai Sektor Bisnis Menjanjikan
Sedikitnya empat perusahaan sekuritas dilaporkan menjadi korban dalam insiden tersebut, yang diduga disebabkan oleh serangan siber terhadap sistem transaksi keuangan. Menanggapi situasi tersebut, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bursa Efek Indonesia (BEI), dan Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) telah memperketat koordinasi dengan seluruh anggota bursa untuk memastikan keamanan digital dan mencegah risiko sistemik yang dapat mengganggu kepercayaan investor.


















































