Pidie -
Pemerhati sejarah Aceh menyoroti situs makam permaisuri (istri) Sultan Iskandar Muda, yakni Putroe Sani (1607–1636 M) di Gampong Runtoh, Kecamatan Delima, Kabupaten Pidie, Aceh, yang tidak terurus. Padahal makam itu sudah ditetapkan sebagai situs cagar budaya.
"Makam permaisuri dari Sultan Iskandar Muda tersebut tak terurus atau terbengkalai," kata pemerhati sekaligus budayawan Aceh, Tarmizi A Hamid alias Cek Midi, di Banda Aceh, dilansir Antara, Kamis (4/9/2025).
Pernyataan itu disampaikan setelah ia bersama dua pemerhati sejarah Aceh lainnya, yaitu arkeolog Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh Prof Husaini Ibrahim dan dosen UIN Ar-Raniry Hasan Basri M Nur, berkunjung ke lokasi makam sang permaisuri Sultan Iskandar Muda tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Cek Midi menyampaikan, kedatangan mereka ke sana untuk melakukan observasi dan menggali informasi dari warga setempat terkait kondisi makam dan perawatannya.
Berdasarkan pengamatan mereka, kondisi batu pada badan makam tersebut sudah putus dan disambung kembali menggunakan semen. Sementara kepala dan kaki batu nisannya sudah tak terlihat.
Kemudian, pagarnya mulai roboh, tidak ada papan informasi seputar sejarah hidup sang permaisuri raja agung Aceh tersebut, yang ada hanya pamflet pengumuman bahwa makam ini adalah benda cagar budaya.
"Semua kita sekarang mengaku sebagai cucu Sultan Iskandar Muda. Tapi pada makam permaisuri sang Sultan tidak ada yang peduli," ujar Cek Midi.
Hal senada disampaikan arkeolog USK Banda Aceh, Prof Husaini Ibrahim. Ia juga mengaku prihatin atas kurangnya perhatian pemerintah daerah terhadap makam atau situs sejarah tersebut.
Berdasarkan beberapa referensi, disebutkan bahwa permaisuri tersebut adalah putri dari Teungku Syik di Reubee. Teungku Syik di Reubee adalah seorang ulama besar dan bangsawan Aceh.
Karena itu, menurut dia, diharapkan ada perhatian pemerintah terhadap situs makam permaisuri Sultan Iskandar Muda tersebut. "Ini adalah makam permaisuri dari Sultan Iskandar Muda, sultan besar Aceh. Tidak pantas mendapat perlakuan seperti ini," ucap Prof Husaini Ibrahim.
(idh/imk)