Cerita Anak Pemulung Bisa Lanjutkan Pendidikan di Sekolah Rakyat Bandung

2 hours ago 1

Jakarta -

Ardila Lestari lahir di Kota Bandung yang tak serta-merta membuat dirinya bahagia. Sebagai anak dari seorang pemulung, gadis berusia 13 tahun itu termasuk dalam kelompok masyarakat miskin ekstrem.

Namun, tak ada kata menyerah bagi Ardila yang akrab disapa Dila. Ia menerima kondisi hidupnya dengan tetap berjuang bangkit melalui jalur pendidikan di Sekolah Rakyat Menengah Pertama (SRMP) 9 Bandung.

"Terima kasih Pak Presiden dan (Mensos) Gus Ipul. Awalnya aku enggak bakal bisa lanjut sekolah karena ekonomi keluarga susah. Sekolah Rakyat ini bikin aku bisa lanjutin sekolah, aku senang banget," ungkap Dila, dalam keterangan tertulis, Selasa (23/12/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Rona kesedihan tak terlihat di raut wajahnya. Meski begitu, Dila mengaku kerap merindukan sang ayah. Sejak ibunya meninggal dunia tiga tahun lalu, Dila hanya tinggal berdua bersama ayahnya yang kini berusia 87 tahun.

Untuk menghidupi keluarga, sang ayah memulung botol plastik bekas di area perumahan dekat rumah mereka di Cikadut, Kampung Mande, Kota Bandung. Hasilnya pun jauh dari cukup. Dengan harga botol plastik sekitar Rp 2.000 per kilogram, penghasilan yang diperoleh hanya berkisar Rp 40 ribu hingga Rp 50 ribu per minggu.

Kondisi tersebut membuat kebutuhan dasar sehari-hari sulit terpenuhi, termasuk kebutuhan gizi Dila yang tengah beranjak remaja. Tak jarang, uluran tangan orang baik berupa sekotak nasi di jalan menjadi santapan paling berharga bagi mereka.

"Kalau aku mah, yang penting cukup ada nasi untuk makan, lauknya bisa pakai apa saja yang ada," ucap Dila, mengenang masa lalunya.

Harapan Dila untuk melanjutkan pendidikan sempat hampir pupus karena keterbatasan biaya. Namun, titik terang muncul saat ia mengenal program Sekolah Rakyat dari seorang Pendamping Program Keluarga Harapan (PKH).

"Aku dengar katanya bisa sampai dikuliahkan, jadi aku senang banget masuk sini," kata Dila dengan mata berbinar.

Di balik senyum sederhananya, Dila menyimpan cita-cita besar. Ia ingin menjadi seorang dokter, bukan semata demi masa depan yang lebih baik, tetapi agar kelak bisa merawat ayahnya sendiri tanpa terbebani biaya rumah sakit.

Sekolah Rakyat berbasis asrama pun menjadi harapan baru bagi Dila. Meski sempat diliputi rasa rindu dan kekhawatiran terhadap kondisi kesehatan sang ayah, Dila memilih fokus belajar setelah ayahnya dijamin mendapat perawatan rutin ke rumah sakit.

Harapannya sederhana tetap mandiri, belajar dengan sungguh-sungguh, dan suatu hari nanti mampu membanggakan ayah yang selama ini berjuang sendiri membesarkannya.

Sebagai informasi, Sekolah Rakyat merupakan sekolah gratis berasrama yang diperuntukkan bagi anak-anak dari keluarga miskin pada desil 1 dan 2 DTSEN. Saat ini, program tersebut telah hadir di 100 titik dan akan bertambah 65 titik lagi hingga total mencapai 165 lokasi pada tahun ajaran 2025/2026.

Presiden RI Prabowo Subianto menargetkan setiap sekolah mampu menampung hingga 1.000 siswa. Jika 500 Sekolah Rakyat berhasil dibangun, maka sebanyak 500 ribu anak dari keluarga miskin akan memperoleh akses pendidikan yang layak, sekaligus memberdayakan keluarganya untuk memutus mata rantai kemiskinan.

(anl/ega)

Read Entire Article
Pembukuan | Seminar | Prestasi | |