Bantah Isu Bullying, Kepala SRMA 40 Ambon: Siswa Dididik dengan Humanis

5 hours ago 4

Jakarta -

Kabar tentang adanya penyetrikaan terhadap siswa di Sekolah Rakyat Menengah Atas (SRMA) 40 Ambon dibantah oleh Kepala SRMA 40 Ambon, Afia Fransina Joris. Ia menegaskan bahwa tidak ada kekerasan fisik dalam bentuk apa pun di sekolahnya, termasuk tindakan penyetrikaan.

"Tidak ada penyetrikaan di sekolah kami. Kami sangat menolak kekerasan dalam bentuk apa pun," ujar Afia, dalam keterangan tertulis, Rabu (12/11/2025).

"Sekolah Rakyat menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan pendidikan yang humanis," sambungnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Afia menjelaskan Sekolah Rakyat bukan hanya ruang belajar, tetapi rumah kedua bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu untuk tumbuh dan belajar menjadi agen perubahan, mengangkat derajat keluarga, dan keluar dari lingkaran kemiskinan.

Dengan latar belakang siswa yang beragam, Afia menuturkan bahwa mendidik para siswa membutuhkan kesabaran dan pendekatan empatik.

"Kami memegang teguh trilogi Sekolah Rakyat: tidak boleh terjadi bullying, tidak boleh ada kekerasan, dan tidak boleh ada intoleransi. Itu prinsip yang kami jaga bersama," kata Afia.

Terkait isu yang sempat muncul pada Selasa (11/11), Afia menjelaskan kejadian tersebut berawal dari enam siswa yang membuat tanda menyerupai tato di dada mereka dengan cara menjepit kulit pakai penjepit hingga membentuk huruf. Setelah diketahui oleh wali asrama, para siswa dikumpulkan dan diberikan pembinaan.

Lebih lanjut, Afia menegaskan tidak ada ancaman atau tindakan kekerasan dari guru, wali asrama, maupun tenaga kependidikan.

"Peristiwa ini bukan dilakukan oleh tenaga pendidik atau wali asrama. Kami pastikan tidak ada kekerasan di lingkungan SRMA 40 Ambon," jelas Afia.

Afia menambahkan pihak sekolah kini telah membentuk Tim Penanganan Kekerasan Sekolah, guna memastikan setiap siswa aman, dihormati, dan dibimbing dengan pendekatan yang humanis.

"Kami ingin mendidik anak-anak ini untuk saling mencintai, menghargai, dan memahami makna kesempatan yang diberikan negara. Mereka adalah harapan bangsa yang kelak akan membanggakan orang tua dan tanah air," kata Afia.

Salah satu siswa MAB juga mengaku bekas luka di dadanya bukan akibat tindakan orang lain.

"Saya yang bikin sendiri, dengan setrika untuk menghilangkan bekas jepitan mirip tato," ujar MAB.

Sementara itu, Keluarga MAB yaitu bibinya yang bernama Zainab Ulun, juga berkunjung ke SRMA 40 Ambon. Zainab memastikan keponakannya dalam kondisi baik-baik saja.

"Tidak apa-apa. Ya, Alhamdulillah baik," ujar Zainab.

Sebagai bibi, Ia mengungkapkan bahwa keponakannya yang beranjak dewasa harus bisa memilih mana yang baik dan mana yang buruk.

"Itu juga suatu pilihan jalan buat anak-anak kita juga, walaupun ada kesalahan, kalau tidak ditegur maka tidak di sayang, tapi kalau anak sampai ditegur berarti masih ada rasa sayang," kata Zainab.

Zainab mengaku dalam satu bulan bisa dua sampai tiga kali menjenguk kepenonakannya. Ia mendukung keponakannya bersekolah di Sekolah Rakyat secara asrama untuk membentuk kemandiriannya.

"Kalau kita menjenguk tiap hari, maka anak itu tidak akan bisa mandiri," pungkasnya.

(prf/ega)

Read Entire Article
Pembukuan | Seminar | Prestasi | |