Ada Perluasan Cakupan Operasi Militer Selain Perang di RUU TNI, Ini Saran Pengamat Militer

5 hours ago 1

loading...

Prajurit TNI saat peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-79 Tentara Nasional Indonesia (TNI) di Lapangan Silang Monumen Nasional (Monas), Gambir, Jakarta, Sabtu (5/10/2024). Foto/Arif Julianto

JAKARTA - Perluasan cakupan operasi militer selain perang (OMSP) dalam Rancangan Undang-Undang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia ( RUU TNI ) mendapat sorotan. Pengamat militer menilai perlu adanya pengelompokan jenis OMSP.

Diketahui, tugas pokok TNI ada dalam Pasal 7 UU Nomor 34 Tahun 2024. Pasal 7 ayat (1) UU Nomor 34 Tahun 2004 berbunyi
"Tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara."

Ayat (2): Tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:
a. operasi militer untuk perang;
b. operasi militer selain perang, yaitu untuk:
1. mengatasi gerakan separatis bersenjata;
2. mengatasi pemberontakan bersenjata;
3. mengatasi aksi terorisme;
4. mengamankan wilayah perbatasan;
5. mengamankan objek vital nasional yang bersifat strategis;
6. melaksanakan tugas perdamaian dunia sesuai dengan kebijakan politik luar negeri;
7. mengamankan Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarganya;
8. memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya secara dini sesuai dengan sistem pertahanan semesta;
9. membantu tugas pemerintahan di daerah;
10. membantu Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka tugas keamanan dan ketertiban masyarakat yang diatur dalam undang-undang;
11. membantu mengamankan tamu negara setingkat kepala negara dan perwakilan pemerintah asing yang sedang berada di Indonesia;
12. membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian, dan pemberian bantuan kemanusiaan;
13. membantu pencarian dan pertolongan dalam kecelakaan (search and rescue); serta
14. membantu pemerintah dalam pengamanan pelayaran dan penerbangan terhadap pembajakan, perompakan, dan penyelundupan.

Ayat (3): Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara.

Menurut pengamat militer Anton Aliabbas, dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU TNI yang diajukan pemerintah dapat terlihat adanya penambahan klausa terkait ketentuan OMSP, seperti membantu pemerintah dalam upaya menanggulangi ancaman siber, membantu pemerintah dalam melindungi dan menyelamatkan WNI serta kepentingan nasional di luar negeri, dan membantu pemerintah dalam penanggulangan penyalahgunaan narkotika, prekursor, dan zat adiktif lainnya.

Selain itu, kata Anton, terkait pelaksanaan OMSP, pemerintah tidak lagi menggunakan frasa perlunya kebijakan dan keputusan politik negara, melainkan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) ataupun Peraturan Presiden (Perpres).

"Penambahan ini tentu saja berimplikasi pada perluasan cakupan dari OMSP itu sendiri. Secara umum, penambahan cakupan ini tentu saja adalah sesuatu yang wajar mengingat adanya perubahan karakteristik ancaman yang lintas batas negara dan pentingnya memastikan kehadiran negara dalam melindungi WNI," ujarnya kepada SindoNews, Jumat (14/3/2025).

Anton mengatakan, jika dilihat karakteristik OMSP yang tercantum dalam DIM RUU TNI, sebenarnya dapat dikelompokkan dalam dua jenis, yakni operasi yang bersifat permanen/jangka waktu lama dan temporer. OMSP yang bersifat permanen seperti penjagaan terhadap presiden. Sementara, yang bersifat temporer seperti membantu SAR, bencana, penanganan terorisme, dan lain-lain.

Akan tetapi, lanjut Anton, ketiadaan pengelompokan jenis OMSP ini akan dapat berpotensi berkembangnya anggapan dwifungsi TNI. Hal ini mengingat karakter OMSP yang bersifat sementara menandakan pelaksanaan tugas perbantuan. Tugas membantu pemerintah daerah misalnya, memiliki cakupan yang luas.

"Artinya, bisa saja tugas tersebut di luar tugas pokok TNI sebagai alat pertahanan negara. Dan, jika tugas perbantuan ini dilakukan dalam jangka waktu lama, dikhawatirkan pelaksanaan perbantuan dalam waktu lama dapat memengaruhi profesionalisme dan kesiapsiagaan prajurit itu sendiri," katanya.

Kepala Center for Intermestic and Diplomatic Engagement (CIDE) ini menambahkan, dihapusnya ketentuan penggunaan keputusan dan kebijakan politik negara guna pelaksanaan OMSP sejatinya tidak menjadi soal. "Tentu saja, ada baiknya pengaturan pelaksanaan OMSP diatur dalam ketentuan setingkat undang-undang. Dengan demikian, pengaturan OMSP hanya merujuk pada satu ketentuan payung, yang nantinya dapat bisa secara detail."

(zik)

Read Entire Article
Pembukuan | Seminar | Prestasi | |